Senin, 28 Januari 2019

DU'A SETELAH SHOLAT SUBUH


Silahkan temen ...
.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
.
"Allaahumma innii as-aluka 'ilman naafi'an wa rizqon thoyyiban wa 'amalan mutaqobbalan"
.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima." [HR. Ibnu As-Sunni dalam 'Amalul Yaum wal Lailah, no. 54 dan Ibnu Majah 925. Isnadnya hasan menurut Abdul Qadir dan Syu'aib Al-Arna'uth dalam tahqiq Zad Al-Ma’ad 2/375]
.
Dari Ummu Salamah radliallahu'anha, beliau mengatakan: "Sesungguhnya Nabi ﷺ setelah salam shalat subuh, beliau membaca: (dzikir di atas)." [HR. Ahmad 6/322, Ibnu Majah 925, dan dishahihkan al-Albani]
.
Waktu subuh merupakan permulaan hari bagi seorang muslim. Nabi ﷺ mengawali pagi hari beliau dengan memohon kepada Tuhannya tiga hal: ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.
.
Kunci kebutuhan hidup manusia:
.
Ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang bermanfaat adalah semua ilmu yang menjadi panduan seseorang untuk melaksanakan amal wajib atau anjuran, baik terkait dengan aqidah, ibadah, maupun muamalah.

Demikian penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/141. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengawali doa di atas dengan meminta ilmu yang bermanfaat, karena dengan bekal ilmu, seseorang bisa membedakan antara yang halal dan yang haram.

Dengan ilmu orang bisa membedakan mana amal shaleh dan mana amal yang kelihatannya shaleh.
.
Rizki yang halal.
Dengan rizki yang halal, manusia bisa menjalani kehidupan dunianya dengan baik.

Karena manusia hidup butuh nutrisi. Agar nutrisi ini tidak menjadi bahan pertanyaan di hari kiamat, nutrisinya harus berupa makanan yang halal.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta rizki yang halal sebelum amal yang diterima. Karena syarat doa seseorang bisa diterima adalah rizkinya halal.
.
.Amal yang diterima.
Syarat amal diterima ada 3,

1) Pelakunya mukmin. Karena amal orang kafir tidak diterima.

2) Dilakukan dengan ikhlas.

3) Sesuai petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tanpa ini, amal seseorang tidak akan dinilai.
.
Wallahu a'lam

Bandung, 29 januari 2019
(Ustadz Yachya Yusliha)

Minggu, 20 Januari 2019

4 Golongan Manusia Menurut Imam Al-Ghazali

ADALAH Syeikh Imam al Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii adalah ulama produktif. Tidak kurang 228 kitab telah ditulisnya, meliputi berbagai disiplin ilmu; tasawuf, fikih, teologi, logika, hingga filsafat.

Sang Hujjatul Islam (julukan ini diberikan karena kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah) ini sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah, yang merupakan pusat kebesaran Islam.

Al Ghazali pernah membagi manusia menjadi empat (4) golongan;

PertamaRojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri(Seseorang yang Tahu (berilmu), dan dia Tahu kalau dirinya Tahu).

Orang ini bisa disebut ‘alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat hati.

“Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,” ujarnya.

Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri(Seseorang yang Tahu (berilmu), tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu).

Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat.

Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang tidak tahu (tidak atau belum berilmu), tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu).

Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar.

Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat.

KeempatRojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang Tidak Tahu (tidak berilmu), dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu).

Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa.

Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat.

Untuk itu mari kita intropeksi diri masing-masing, di kelompak manakah kita berada. Semoga Bermanfaat.*

Sabtu, 19 Januari 2019

Sifat-sifat mukmin yang akang memasuki surga

Tafsir Asy Syuura Ayat 36-46

Ayat 36-43: Kenikmatan dunia hanya sebentar, kenikmatan akhirat itulah yang kekal, dan penjelasan tentang sifat-sifat orang-orang mukmin, perlunya musyawarah tentang masalarsabar dan memaafkan lebih baik daripada mengambil pembalasan.

  فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٣٦) وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ (٣٧) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣٨)وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ (٣٩)وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (٤٠) وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ (٤١) إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٤٢) وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأمُورِ (٤٣)

Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 36-43

36. [1]Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu[2], maka itu adalah kesenangan hidup di dunia[3]. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah[4] lebih baik[5] dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal[6],

37. dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji[7], dan apabila mereka marah segera memberi maaf[8].

38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya[9] dan melaksanakan shalat[10], sedang urusan mereka[11] (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka[12]; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka[13],

39. dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri[14].

40. [15]Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa yang memaafkan[16] dan berbuat baik[17]kepada orang yang berbuat jahat maka pahalanya dari Allah[18]. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

41. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi[19], tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.

42. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia[20] dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih[21].

43. Tetapi barang siapa bersabar[22] dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia[23].

Ayat 44-46: Orang-orang yang dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan menemukan pemimpin yang memberi petunjuk, dan dia akan memperoleh azab yang menghinakan di akhirat.

وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ وَلِيٍّ مِنْ بَعْدِهِ وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ (٤٤) وَتَرَاهُمْ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ يَنْظُرُونَ مِنْ طَرْفٍ خَفِيٍّ وَقَالَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا إِنَّ الظَّالِمِينَ فِي عَذَابٍ مُقِيمٍ (٤٥) وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنْ أَوْلِيَاءَ يَنْصُرُونَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ سَبِيلٍ (٤٦)

 Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 44-46

44. [24]Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah[25], maka tidak ada baginya pelindung[26]setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang zalim ketika mereka melihat azab berkata[27], "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?"

45. Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata[28], "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat[29]. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang zalim[30] itu berada dalam azab yang kekal[31].

46. Dan mereka tidak akan mempunyai pelindung yang dapat menolong mereka[32]selain Allah. Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan ada jalan keluar baginya (untuk mendapat petunjuk)[33].

[1] Ayat ini membuat seseorang zuhud kepada dunia dan cinta kepada akhirat serta menyebutkan amal yang dapat menyampaikan kepadanya.

[2] Seperti kekuasaan, kedudukan, harta dan anak, serta badan yang sehat.

[3] Yang kemudian akan hilang.

[4] Yaitu pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.

[5] Daripada kesenangan dunia.

[6] Mereka menggabung antara iman yang benar yang menghendaki amal dengan tawakkal, dimana ia (tawakkal) merupakan alat untuk setiap amal. Oleh karena itu, setiap amal yang tidak dibarengi tawakkal, maka tidak akan sempurna. Tawakkal adalah bersandarnya hati kepada Allah dalam mendatangkan apa yang dicintai hamba dan dalam menghindarkan apa yang tidak disukainya dengan disertai rasa percaya kepada-Nya.

[7] Menurut Syaikh As Sa’diy, perbedaan antara dosa-dosa besar dengan perbuatan keji; dimana kedua-duanya sama-sama dosa besar adalah, bahwa perbuatan keji adalah dosa besar dimana dalam hati manusia ada kecenderungan kepadanya, seperti zina dan sebagainya. Sedangkan dosa besar (selain perbuatan keji) tidak seperti itu. Hal ini ketika dipadukan antara keduanya, akan tetapi ketika dipisahkan, maka masing-masingnya masuk ke dalam yang lain.

[8] Yakni mereka memiliki akhlak yang mulia dan kebiasaan yang baik, dimana sifat santun menjadi tabiat mereka, akhlak yang mulia juga sehingga ketika ada yang membuat mereka marah, baik dengan kata-kata maupun perbuatannya, maka mereka menahan marahnya dan tidak memberlakukannya, bahkan mereka memaafkan dan tidak membalas orang yang jahat kecuali dengan ihsan, memaafkan dan mengampuni; sehingga dari sikap itu muncullah berbagai maslahat dan terhindar berbagai mafsadat baik bagi mereka maupun orang lain; bahkan yang sebelumnya terdapat permusuhan menjadi persahabatan.

[9] Yakni tunduk menaati-Nya dan menyambut seruan-Nya seperti tauhid dan beribadah kepada-Nya, sehingga niat mereka adalah mencari keridhaan-Nya dan tujuan mereka adalah dekat dengan-Nya. Termasuk memenuhi seruan Allah adalah mendirikan shalat dan menunaikan zakat

[10] Yang fardhu maupun yang sunat.

[11] Baik yang terkait dengan agama maupun dunia.

[12] Mereka tidak bertindak sendiri dan tergesa-gesa dalam masalah yang terkait orang banyak. Oleh karena itu, apabila mereka ingin melakukan suatu perkara yang butuh pemikiran dan ide, maka mereka berkumpul dan mengkaji bersama-sama, sehingga ketika sudah jelas maslahatnya, maka mereka segera melakukannya. Misalnya adalah dalam masalah perang dan jihad, mengangkat pegawai pemerintahan atau yang menjadi hakim, demikian pula membahas masalah-masalah agama secara umum, karena ia termasuk masalah yang terkait antara sesama, dan membahasnya agar jelas yang benar yang dicintai Allah.

[13] Seperti nafkah yang wajib, misalnya zakat, menafkahi anak-istri dan kerabat, dsb. Sedangkan nafkah yang sunat seperti bersedekah kepada semua manusia.

[14] Karena kuat dan mulianya mereka dan mereka bukan orang yang lemah dan hina.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mereka dengan iman, tawakkal kepada Allah, menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, ketundukan yang sempurna, memenuhi seruan Tuhan mereka, mendirikan shalat, berinfak dalam hal-hal yang baik, bermusyawarah dalam menetapkan suatu keputusan serta kuat dan mulia sehingga membalas orang yang menzalimi mereka. Ini semua merupakan sifat sempurna yang mereka miliki, dan hal ini berarti mereka juga mengerjakan perkara yang di bawah itu dan tidak melakukan kebalikannya.

[15] Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa macam hukuman, dan bahwa ia ada tiga macam, yaitu adil, ihsan dan zalim. Adil contohnya adalah membalas kejahatan dengan kejahatan yang setimpal, tidak kurang dan tidak lebih. Oleh karena itu, jiwa dibalas dengan jiwa, luka dibalas dengan luka yang serupa dan harta ditanggung dengan harta yang serupa. Ihsan contohnya memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

[16] Orang yang menzaliminya.

[17] Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Adapula yang menafsirkan selain ini.

[18] Maksudnya, Allah akan memberikan kepadanya pahala yang besar dan balasan yang banyak, namun Allah mensyaratkan untuk memaafkan hendaknya ada ishlah (memperbaiki), hal itu menunjukkan, bahwa pelaku kejahatan jika tidak layak dimaafkan dan maslahat syar’i menghendaki untuk memberikan hukuman kepadanya, maka dalam keadaan ini tidaklah diperintahkan memaafkan. Firman-Nya, “Fa ajruhuu ‘alallah” (maka pahalanya dari Allah) terdapat dorongan untuk memaafkan dan menyikapi manusia dengan sikap yang dicintai Allah. Oleh karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala suka memaafkan hamba-Nya, maka hendaknya ia memaafkan mereka. Adapun tentang zalim, maka disebutkan dalam firman-Nya, “Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” Yakni orang-orang yang pertama berbuat kejahatan atas orang lain atau membalas pelaku kejahatan secara lebih, maka lebihnya itu adalah zalim.

[19] Hal ini menunjukkan bahwa membalas hanyalah ketika benar-benar terjadi kezaliman terhadap dirinya. Oleh karena itu, jika sekedar ada keinginan untuk menzalimi orang lain namun tidak terjadi, maka tidak dibalas semisalnya, tetapi cukup diberi ta’dib (pelajaran) yang dapat mencegahnya melakukan kezaliman.

[20] Baik darah mereka, harta maupun kehormatan mereka.

[21] Yang menyakitkan hati dan badan sesuai kezaliman mereka.

[22] Terhadap gangguan yang menimpanya dari orang lain.

[23] Yakni termasuk perkara yang didorong dan ditekankan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dimana Dia memberitahukan, bahwa hal itu tidaklah dimiliki kecuali oleh orang-orang yang sabar serta memiliki bagian yang besar, dimiliki oleh orang-orang yang berazam kuat, berpikiran cerdas dan berpandangan dalam. Hal itu, karena tidak membela diri baik dengan ucapan maupun perbuatan termasuk sesuatu yang paling sulit. Demikian pula bersabar terhadap gangguan, memaafkan dan mengampuninya serta menyikapinya dengan ihsan merupakan sesuatu yang paling sulit, akan tetapi hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah, ia berusaha menyifati diri dengannya serta meminta pertolongan kepada Allah terhadapnya. Selanjutnya, apabila seorang hamba merasakan manisnya kesabaran dan mendapatkan atsar(hasil)nya, maka dia menerimanya dengan dada yang lapang dan merasa senang di dalamnya.

[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia yang sendiri memberi hidayah dan menyesatkan.

[25] Disebabkan kezalimannya.

[26] Yang memberikan hidayah kepadanya.

[27] Menampakkan penyesalan dan kesedihan yang mendalam.

[28] Ketika telah tampak keadaan akhir manusia, dan tampak jelas orang yang benar dan orang yang salah.

[29] Yang dimaksud dengan merugikan diri dan keluarganya ialah mengekalkan mereka di neraka, mendapatkan azab yang pedih di sana dan dipisahkan dengan keluarganya, ia juga tidak memperoleh kenikmatan surga, demikian pula bidadari yang disiapkan di sana jika mereka beriman.

[30] Yakni orang-orang kafir.

[31] Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari nerakaYa Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari neraka.

[32] Yakni yang menghindarkan azab-Nya.

[33] Ia tidak memperoleh petunjuk ketika di dunia dan tidak mengetahui jalan ke surga di akhirat.

Maha benar Alloh atas segala firmannya.

Surat asyura ayat 36 - 40

فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍ فَمَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.

37

وَٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا۟ هُمْ يَغْفِرُونَ

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.

38

وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

39

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ

Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.

Asyuro ayat 36

{فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (36) وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ (37) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (38) وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ (39) }

Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji; dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf.

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri.

Maha benar Alloh atas segala firmannya.

Surat musyawarah

Asy-Syura ayat 38

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣٨﴾

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Kamis, 03 Januari 2019

Tafsir Quran Ibnu Katsir Surat al-Baqarah Ayat 1 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

Tafsir Quran Ibnu Katsir. Shahih Tafsir Ibnu Katsir.Surat al-Baqarah (1).

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Al-Baqarah, Ayat 1

Alif Laam Miim. (QS. 2: 1)

Tafsir Quran Ibnu Katsir. Pembicaraan seputar penggalan huruf-huruf di awal surat.

Penggalan huruf-huruf yang terdapat pada awal beberapa surat adalah huruf-huruf yang hanya Allah saja yang mengetahui maknanya. Pendapat seperti ini diriwayatkan dari Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali dan Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhum. Ada yang mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah nama-nama surat al-Qur-an.

Ada yang mengatakan bahwa itu adalah huruf-huruf pembuka yang dengannya Allah membuka al-Qur-an.

Khashif meriwayatkan dari Mujahid, ia mengatakan: "Pembuka seluruh surat-surat al-Qur-an adalah Qaf, Shad, ha mim, Tha sin mim, dan Alif lam ra, dan huruf-huruf hija-iyyah lainnya."

Sebagian ahli bahasa Arab mengatakan: "Ia adalah huruf-huruf mu'jam. Allah mencukupkan menyebut sebagian darinya dan tidak menyebutkan selebihnya yang seluruhnya berjumlah 28 huruf, sebagaimana seseorang mengatakan: 'Anakku dapat menulis huruf, alif, ba, ta, tsa, ...' artinya, anak tersebut bisa menulis 28 huruf-huruf hija-iyyah, hanya saja ia menyebutkan sebagian saja." Demikian yang diceritakan oleh Ibnu Jarir. (18)

Aku (Ibnu Katsir) katakan bahwa jumlah keseluruhan huruf-huruf yang disebutkan di awal surat dengan tidak menghitung huruf yang disebutkan lebih dari satu kali adalah 14 huruf, yaitu:

Alif, lam, mim, shad, ra, kaf, Ha, ya, 'ain, tha, sin, ha, qaf, nun.

Semua huruf itu dapat dikumpulkan dalam sebuah kalimat:

نَصٌّ حَكِيْمٌ قَاطِعٌ لَهُ سِرٌّ

Nashshun hakiimun qaa-thi'un lahu sirrun

Jumlahnya adalah setengah dari total keseluruhan. Yang disebutkan lebih mulia daripada yang tidak disebutkan. Penjelasan lebih lanjut merupakan spesialisasi ilmu sharaf. Az-Zamakhsyari mengatakan: "Huruf-huruf yang berjumlah 14 ini merangkum semua jenis huruf. Yaitu dari huruf mahmuusah sampai majhuurah, dari rakhwah sampai syadiidah, dari muthabbaqah sampai maftuuhah, dari musta'liyah sampai munkhafidhah, dan huruf qalqalah." Kemudian ia menyebutkannya secara terperinci, lalu ia berkata: "Mahasuci Allah yang sangat dalam hikmah-Nya dalam segala hal. Jenis huruf-huruf yang disebutkan ini adalah huruf-huruf yang sangat banyak digunakan. Dan telah engkau ketahui sebelumnya bahwa jumlah mayoritas dapat disamakan kedudukannya dengan jumlah keseluruhannya."

Dari sini, sebagian ulama memberi penjelasan sebagai berikut: "Tidak ragu lagi, bahwa Allah menurunkan huruf-huruf tersebut tidaklah sia-sia atau percuma begitu saja. Oleh karena itulah sebagian orang jahil (bodoh) berkata: "Sesungguhnya di dalam al-Qur-an terdapat kata-kata yang hanya untuk dibaca saja sebagai ibadah, sementara ia tidak memiliki makna sama sekali." Sungguh anggapan mereka ini sangat keliru. Jelaslah bahwa huruf-huruf ini memiliki makna tersendiri. Kalaulah ada sebuah penjelasan dari al-Ma'shum shallallaahu 'alaihi wa sallam, tentu kita akan menjelaskannya berdasarkan keterangan tersebut. Jika tidak ada maka kita menahan diri darinya. Dan kita katakan: "Kami mengimaninya, seluruhnya berasal dari sisi Allah Sub-haanahu wa Ta'aala." Para 'ulama tidak bersepakat dalam menafsirkan huruf-huruf tersebut. Bahkan mereka berselisih pendapat. Jika nyata baginya bahwa sebagian pendapat memiliki dalil, maka hendaklah ia mengikutinya. Jika tidak, maka hendaklah ia menahan diri, sehingga kebenaran menjadi jelas baginya. Ini dilihat dari satu sisi.

Penggalan huruf-huruf tersebut menunjukkan mukjizat al-Qur-an

Dilihat dari sisi lain tentang hikmah disebutkannya huruf-huruf hija-iyyah di awal-awal surat ini, terlepas dari makna yang terkandung di dalamnya, dikatakan bahwa penggalan huruf-huruf yang disebutkan di awal-awal surat dimaksudkan untuk menunjukkan mukjizat al-Qur-an dan menjelaskan bahwa makhluk tidak bisa membuat tandingannya. Padahal ia hanyalah rangkaian dari penggalan huruf-huruf yang biasa mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari. Madzhab ini telah disampaikan oleh ar-Razi dalam tafsirnya dari al-Mubarrid dan sejumlah ahli tahqiq. Al-Qurthubi menghikayatkan dari al-Farra' dan Qathrab yang semakna dengan madzhab di atas. Dan pendapat ini didukung oleh az-Zamakhsyari dalam kitab al-Kasysyaaf-nya dan ia mendukung penuh pendapat ini. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Abu 'Abbas Ibnu Taimiyyah ra-dhiyallaahu 'anhu dan guru kami al-Hafizh al-Mujtahid Abul Hajjaj al-Mizzi. Ia menceritakannya kepadaku dari Ibnu Taimiyyah.

Az-Zamakhsyari mengatakan, "Huruf-huruf tersebut tidak disebutkan keseluruhannya di awal al-Qur-an. Namun penyebutannya diulang-ulang untuk menguatkan tantangan dan ketidakmampuan manusia menyainginya. Sebagaimana halnya beberapa kisah yang penyebutannya diulang-ulang. Dan telah diulang-ulang juga tantangan dari Allah secara terang-terangan dalam banyak ayat."

Ia melanjutkan, "Ada yang disebutkan satu huruf saja, seperti qaf, nun, shad. Ada yang disebutkan dua huruf, seperti ha mim. Ada yang disebutkan tiga huruf, seperti alif lam mim. Ada yang empat huruf, seperti alif lam mim ra dan alif lam mim shad. Ada yang lima huruf, seperti kaf Ha ya 'ain shad dan ha mim 'ain sin qaf. Karena demikianlah uslub (metode) bahasa Arab dalam pembentukan kalimat. Ada yang satu huruf, ada yang dua huruf, ada yang tiga huruf, ada yang empat huruf, dan ada yang lima huruf, tidak ada yang lebih dari itu."

(Aku katakan) oleh karena itu setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf ini pasti disebutkan di dalamnya kemenangan al-Qur-an dan penjelasan tentang kehebatan dan kebesarannya. Hal itu dapat diketahui melalui penelitian. Itulah yang ditemui dalam 29 surat. Oleh karena itu Allah berfirman: "Alif laam miim. Kitab (al-Qur-an) ini tidak ada keraguan padanya." (QS. Al-Baqarah: 2)

"Alif laam miim. Allah, tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan al-Kitab (al-Qur-an) kepadamu dengan sebenarnya serta membenarkan Kitab yang telah diturunkan sebelumnya." (QS. Ali 'Imran: 1-3)

"Alif laam miim shaad. Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya." (QS. Al-A'raaf: 2)

"Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka." (QS. Ibrahim: 1)

"Alif laam miim. Turunnya al-Qur-an yang tidak ada keraguan padanya, (adalah) dari Rabb semesta alam." (QS. As-Sajdah: 1-2)

"Haa miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Fushshilat: 2)

"Haa miim 'ain siin qaaf. Demikianlah Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana mewahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu." (QS. Asy-Syuuraa: 1-3)

Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan kebenaran pendapat para 'ulama tersebut bagi siapa saja yang mau menelitinya, wallaahu a'lam.