Senin, 31 Desember 2018

TAFSIR SURAT FATIHAH

AL-QURAN TAFSIR

Tafsir Surat Al-Fatihah

Keutamaan Surat Al-Fatihah

Pertama: Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu)

Dalam sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya, “Barangsiapa yang shalat tidak membaca Ummul Qur’an (surat Al Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj).” (HR. Muslim)

Makna dari khidaaj adalah kurang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut, “Tidak lengkap”. Berdasarkan hadits ini dan hadits sebelumnya para imam seperti imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum membaca Al Fatihah di dalam shalat adalah wajib, tidak sah shalat tanpanya.

Kedua: Al Fatihah Adalah Surat Paling Agung Dalam Al Quran

Dari Abu Sa’id Rafi’ Ibnul Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?” Maka beliau bersabda, “(surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari, dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus Salam, hal. 270)

Penjelasan Tentang Bacaan Ta’awwudz dan Basmalah

Makna bacaan Ta’awwudz

أَعُوْذُ بِاللِه مِنَ الشََّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”

Maknanya: “Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan godaan syaitan agar dia tidak menimpakan bahaya kepadaku dalam urusan agama maupun duniaku.” Syaitan selalu menempatkan dirinya sebagai musuh bagi kalian. Oleh sebab itu maka jadikanlah diri kalian sebagai musuh baginya. Syaitan bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah menceritakan sumpah syaitan ini di dalam Al Quran,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُ

“Demi kemuliaan-Mu sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (yang diberi anugerah keikhlasan).” (QS. Shaad: 82-83)

Dengan demikian tidak ada yang bisa selamat dari jerat-jerat syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas.

Isti’adzah/ta’awwudz (meminta perlindungan) adalah ibadah. Oleh sebab itu ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Orang yang baik tauhidnya akan senantiasa merasa khawatir kalau-kalau dirinya terjerumus dalam kesyirikan. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang demikian takut kepada syirik sampai-sampai beliau berdoa kepada Allah,

ً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

Ini menunjukkan bahwasanya tauhid yang kokoh akan menyisakan kelezatan di dalam hati kaum yang beriman. Yang bisa merasakan kelezatannya hanyalah orang-orang yang benar-benar memahaminya. Syaitan yang berusaha menyesatkan umat manusia ini terdiri dari golongan jin dan manusia. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam ayat yang artinya,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً

“Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap Nabi yaitu (musuh yang berupa) syaithan dari golongan manusia dan jin. Sebagian mereka mewahyukan kepada sebagian yang lain ucapan-ucapan yang indah untuk memperdaya (manusia).”(QS. Al An’aam: 112) (Diringkas dari Syarhu Ma’aani Suuratil Faatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).

Makna bacaan Basmalah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Meminta barokah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka kehendaki (Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).

Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan harap. Segala bentuk ibadah hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya. Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna kepada hamba-hamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini (lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19).

Penjelasan Kandungan Surat

Makna Ayat Pertama

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِ

Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”

Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatanNya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna.

Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara). Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rezeki kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi dan pengikut-pengikut mereka. Di samping tarbiyah yang umum itu Allah juga memberikan kepada mereka tarbiyah yang khusus yaitu dengan membimbing keimanan mereka dan menyempurnakannya. Selain itu, Allah juga menolong mereka dengan menyingkirkan segala macam penghalang dan rintangan yang akan menjauhkan mereka dari kebaikan dan kebahagiaan mereka yang abadi. Allah memberikan kepada mereka berbagai kemudahan dan menjaga mereka dari hal-hal yang dibenci oleh syariat.

Dari sini kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur, pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta kepada-Nya, baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saat-saat genting yang mereka alami (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20).

Makna Ayat Kedua

الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ

Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Ar-Rahman dan Ar-Rahiimadalah nama Allah. Sebagaimana diyakini oleh Ahlusunnah wal Jama’ah bahwa Allah memiliki nama-nama yang terindah. Allah ta’ala berfirman,

“Milik Allah nama-nama yang terindah, maka berdo’alah kepada Allah dengan menyebutnya.” (QS. Al A’raaf: 180)

Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh sebab itu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Dalam mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ini kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan yaitu: (1) Musyabbihah, (2) Mu’aththilah dan (3) Ahlusunnah wal Jama’ah.

Musyabbihah adalah orang-orang yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk. Mereka terlalu mengedepankan sisi penetapan nama dan sifat dan mengabaikan sisi penafian keserupaan sehingga terjerumus dalam tasybih (peyerupaan). Adapun Mu’aththilah adalah orang-orang yang menolak nama atau sifat-sifat Allah. Mereka terlalu mengedepankan sisi penafian sehingga terjerumus dalam ta’thil (penolakan). Ahlusunnah berada di tengah-tengah. Mereka mengimani dalil-dalil yang menetapkan nama dan sifat sekaligus mengimani dalil-dalil yang menafikan keserupaan. Sehingga mereka selamat dari tindakan tasybih maupun ta’thil. Oleh sebab itu mereka menyucikan Allah tanpa menolak nama maupun sifat. Mereka menetapkan nama dan sifat tapi tanpa menyerupakannya dengan makhluk. Inilah akidah yang dipegang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya serta para imam dan pengikut mereka yang setia hingga hari ini. Inilah aqidah yang tersimpan dalam ayat yang mulia yang artinya,

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuura: 11) (silakan baca Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga ‘Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumallahu ta’ala).

Allah Maha Mendengar dan juga Maha Melihat. Akan tetapi pendengaran dan penglihatan Allah tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan makhluk. Meskipun namanya sama akan tetapi hakikatnya berbeda. Karena Allah adalah Zat Yang Maha Sempurna sedangkan makhluk adalah sosok yang penuh dengan kekurangan. Sebagaimana sifat makhluk itu terbatas dan penuh kekurangan karena disandarkan kepada diri makhluk yang diliputi sifat kekurangan. Maka demikian pula sifat Allah itu sempurna karena disandarkan kepada sosok yang sempurna. Sehingga orang yang tidak mau mengimani kandungan hakiki nama-nama dan sifat-sifat Allah sebenarnya telah berani melecehkan dan berbuat lancang kepada Allah. Mereka tidak mengagungkan Allah dengan sebagaimana semestinya. Lalu adakah tindakan jahat yang lebih tercela daripada tindakan menolak kandungan nama dan sifat Allah ataupun menyerupakannya dengan makhluk? Di dalam ayat ini Allah menamai diri-Nya dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Di dalamnya terkandung sifat Rahmah (kasih sayang). Akan tetapi kasih sayang Allah tidak serupa persis dengan kasih sayang makhluk.

Makna Ayat Ketiga

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Artinya: “Yang Menguasai pada hari pembalasan.”

Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalikmaknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malikmaknanya raja.

Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat atau hari pembalasan saja (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).

Makna Ayat Keempat

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan.”

Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka isti’anah atau meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini?

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”

Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti’anah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39).

Makna Ayat Kelima

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ

Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”

Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu membutuhkan do’a ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).

Makna Ayat Keenam

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ

Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka.”

Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang dimurkai-Nya, selain itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan. Sehingga dengan ayat ini kita kembali tersadar bahwa Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat dari Allah ta’ala. Dan untuk bisa menjalani Islam dengan baik maka kita pun sangat membutuhkan sosok teladan yang bisa dijadikan panutan (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 12).

Makna Ayat Ketujuh

غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

Artinya: “Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.”

Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 13 dan Taisir Karimir Rahman hal. 39).

Kesimpulan Isi Surat

Surat yang demikian ringkas ini sesungguhnya telah merangkum berbagai pelajaran yang tidak terangkum secara terpadu di dalam surat-surat yang lain di dalam Al Quran. Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid. Di dalam penggalan ayat Rabbil ‘alamiinterkandung makna tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatanNya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Di dalam kata Allah dan Iyyaaka na’budu terkandung makna tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Demikian juga di dalam penggalan ayat Alhamduterkandung makna tauhid asma’ wa sifat. Tauhid asma’ wa sifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi diri-Nya sendiri. Demikian pula Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Maka kewajiban kita adalah mengikuti Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan sifat-sifat kesempurnaan itu benar-benar dimiliki oleh Allah. Kita mengimani ayat ataupun hadits yang berbicara tentang nama dan sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa menolak maknanya ataupun menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Selain itu surat ini juga mencakup intisari masalah kenabian yaitu tersirat dari ayat Ihdinash shirathal mustaqiim. Sebab jalan yang lurus tidak akan bisa ditempuh oleh hamba apabila tidak ada bimbingan wahyu yang dibawa oleh Rasul. Surat ini juga menetapkan bahwasanya amal-amal hamba itu pasti ada balasannya. Hal ini tampak dari ayat Maaliki yaumid diin. Karena pada hari kiamat nanti amal hamba akan dibalas. Dari ayat ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa balasan yang diberikan itu berdasarkan prinsip keadilan, karena makna kata diin adalah balasan dengan adil. Bahkan di balik untaian ayat ini terkandung penetapan takdir. Hamba berbuat di bawah naungan takdir, bukan terjadi secara merdeka di luar takdir Allah ta’ala sebagaimana yang diyakini oleh kaum Qadariyah (penentang takdir). Dan menetapkan bahwasanya hamba memang benar-benar pelaku atas perbuatan-perbuatanNya. Hamba tidaklah dipaksa sebagaimana keyakinan kaum Jabriyah. Bahkan di dalam ayat Ihdinash shirathal mustaqiim itu terdapat intisari bantahan kepada seluruh ahli bid’ah dan penganut ajaran sesat. Karena pada hakikatnya semua pelaku kebid’ahan maupun penganut ajaran sesat itu pasti menyimpang dari jalan yang lurus; yaitu memahami kebenaran dan mengamalkannya. Surat ini juga mengandung makna keharusan untuk mengikhlaskan ketaatan dalam beragama demi Allah ta’ala semata. Ibadah maupun isti’anah, semuanya harus lillaahi ta’aala. Kandungan ini tersimpan di dalam ayat Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (disadur dari Taisir Karimir Rahman, hal. 40).

Allaahu akbar, sungguh menakjubkan isi surat ini. Maka tidak aneh apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebutnya sebagai surat paling agung di dalam Al Quran.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat. Jauhkanlah kami dari jalan orang yang dimurkai dan sesat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Mengabulkan do’a. Wallahu a’lam bish shawaab.

***

Isi kandungan al-qur'an

6 Isi Pokok Kandungan Al-Qur’an Bacaan Madani 11:49:00 PM Akidah , Bacaan Islami 3 Comments Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasulullah Saw melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup.

Al-Qur'an tidak turun secara sekaligus dalam satu waktu melainkan berangsur-angsur supaya meneguhkan diri Rasul.

Menurut sebagian ulama, ayat-ayat al-Qur'an turun secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari; dan ada pula sebagian ulama lain yang berpendapat bahwa Al-Qur'an diwahyukan secara bertahap dalam kurun waktu 23 tahun (dimulai pada 22 Desember 603 M).

Para ulama membagi masa turunnya ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah yang membentuk penggolongan surah Makkiyah dan surah Madaniyah.

Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah dan surah-surah yang turun pada waktu ini tergolong surah Makkiyyah.

Sementara periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surah yang turun pada kurun waktu ini disebut surah Madaniyah.

Isi kandungan al-Qur’an itu selanjutnya dapat digali dan dikembangkan menjadi berbagai bidang. Dalam bab ini akan diuraikan isi kandungan al-Qur’an secara garis besar yaitu meliputi : 1. Akidah.

Secara etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan.

Bentuk jamak Akidah (‘Aqidah) adalah aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan. Orang yang berakidah berarti orang yang beriman (Mukmin). Akidah secara terminologi didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam bentuk amal perbuatan.

Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis.

Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak hanya cukup mempercayai dan meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus menyatakannya dengan lisan dan harus mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan (amal shalih) dalam kehidupannya sehari-hari.

Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah.

Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esa-an Allah Swt.

berarti ia kagir, dan apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah Swt. dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di samping kewajiban untuk meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa, juga ada kewajiban untuk meyakini rukun-rukun iman yang lain.

Tidak dibenarkan apabila seseorang yang mengaku berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini sebagian dari rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah:

iman kepada Allah Swt., iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah Swt., iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt., iman kepada hari akhir, dan iman kepada Qadla’ dan Qadar.

Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah sebagai berikut

: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ . اللَّهُ الصَّمَدُ . لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ . وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

"Katakanlah (Muhammad saw.), ”Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah Swt. tempat meminta segala sesuatu. (Allah Swt.) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlas: 1-4)

آمَن
َ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Rasul (Muhammad saw.) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (alQur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.

(Mereka berkata), ”Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, ”Kami dengar dan kami taat.

Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (QS. al-Baqarah : 285) 2. Ibadah dan Muamalah. Ibadah berasal dari kata ‘Abada artinya mengabdi atau menyembah.

Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah Swt. dengan tunduk, taat dan patuh kepada-Nya.

Ibadah merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan yakin terhadap kebesaran Allah Swt., sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karena keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak.

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah Swt

.: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat  : 56) Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah Swt., oleh sebab itu manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah Swt.

Dan kebutuhan terhadap Allah Swt. itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya.

Hanya kepada-Nya manusia menyembah dan meminta pertolongan. Sebagaimana ¿rman Allah Swt.:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah : 5) Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Ibadah mahdah artinya ibadah khusus yang tata caranya sudah ditentukan, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji.

Sedangkan ibadah ghairu mahdah artinya ibadah yang bersifat umum, tata caranya tidak ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha Allah Swt., misalnya:

silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal diniati ibadah, belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya. Selain beribadah kepada Allah Swt.

karena kesadaran manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt., manusia juga memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama manusia lainnya.

Maka al-Qur’an tidak hanya memberikan ajaran tentang ibadah sebagai wujud kebutuhan manusia terhadap Allah Swt. 

tetapi juga mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan  lain manusia dengan hubungannya dalam kehidupan.

(Misalnya: sillaturrahim, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, dan kegiatan lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Kegiatan dalam hubungan antar manusia ini disebut dengan mu’amalah.

Dalam al-Qur’an banyak ditemukan ajaran tentang tata cara bermu’amalah, antara lain:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ “

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar....” (QS. al-Baqarah : 282) 3. Akhlak. Akhlak ditinjau dari segi etimologi yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti.

Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.

Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah saw.

menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya beliau adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia.

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik." (HR. Ahmad) Nabi Muhammad saw. adalah model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia (karimah).

Al-Qur’an merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan beliau merupakan manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari al-Qur’an tersebut menjadi kepribadian beliau. Sehingga wajarlah ketika Aisyah Ra.

ditanya oleh seorang sahabat tentang akhlak beliau, lalu Aisyah ra. menjawab dengan menyatakan adalah beliau akhlak (al-Qur’an).

Ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan tentang ajaran akhlak Nabi Muhammad saw. antara lain adalah

: لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah Swt.” (QS. al-Ahzab : 21) 4. Hukum.

Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia.

Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai sumber hukum ajaran Islam, al-Qur’an banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil).

Beberapa ayat-ayat alQur’an yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah

: إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا “

Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad saw.) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah Swt.

kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.”

(QS. an-Nisa’ : 105) Ketentuan-ketentuan hukum lain yang dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an adalah meliputi : a. Hukum perkawinan, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 221; QS. al-Maidah : 5; QS.an-Nisa’ : 22-24; QS.an-Nur : 2; QS. alMumtahanah :10-11. b. Hukum waris, antara lain dijelaskan dalam QS. an-Nisa’ : 7-12 dan 176, QS. al-Baqarah :180; QS. al-Maidah :106 c.

Hukum perjanjian, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 279, 280 dan 282; QS. al-Anfal : 56 dan 58; QS. at-Taubah : 4 d.

Hukum pidana, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 178; QS. anNisa’ : 92 dan 93; QS. al-Maidah : 38; QS. Yanus : 27; QS. al-Isra’ : 33; QS. asy-Syu’ara : 40 e. Hukum perang, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 190-193; QS. al-Anfal : 39 dan 41; QS. at-Taubah : 5,29 dan 123, QS. al-Hajj : 39 dan 40 f.

Hukum antarbangsa, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Hujurat : 13 5. Sejarah / Kisah Umat Masa Lalu. Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam banyak menjelaskan tentang sejarah atau kisah umat pada masa lalu.

Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan keridhaan Allah Swt.

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.

(al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

” (QS. Yusuf : 111) Al-Qur’an telah banyak menggambarkan umat-umat terdahulu baik yang iman dan taat kepada Allah Swt. maupun yang ingkar dan ma’siat kepada-Nya.

Diharapkan dengan memperhatikan kisah umat terdahulu, umat Islam bisa mencontoh umat-umat yang taat kepada Allah Swt.

dan menghindari perbuatan ma’siat kepada-Nya. Bagi umat yang beriman dan taat kepada Allah Swt., Allah Swt.

telah memberikan kebaikan dan keberkahan dalam hidup mereka, sebaliknya bagi yang ingkar dan ma’siat kepada-Nya, Allah Swt. telah memberikan azab-Nya

. وَقَوْمَ نُوحٍ لَمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً ۖ وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَابًا أَلِيمًا . وَعَادًا وَثَمُودَ وَأَصْحَابَ الرَّسِّ وَقُرُونًا بَيْنَ ذَٰلِكَ كَثِيرًا . وَكُلًّا ضَرَبْنَا لَهُ الْأَمْثَالَ ۖ وَكُلًّا تَبَّرْنَا تَتْبِيرًا

“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul.

Kami tenggelamkam mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia.

Dan Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih; Dan (telah Kami binasakan) kaum ‘Ad dan Samód dan penduduk Rass serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu.

Dan masing-masing telah Kami jadikan perumpamaan dan masing-masing telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya.” (QS. al-Furqan: 37-39) 6. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi. Al-Qur’an adalah kitab suci ilmiah.

Banyak ayat yang memberikan isyaratisyarat ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia.

Allah Swt. yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. -Qur’an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal itu diisyaratkan pada saat ayat al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق
َ . خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, . Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-‘Alaq : 1-5) Ayat yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan perintah untuk membaca.

Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan.

Ini mengindikasikan bahwa al-Qur’an menekankan betapa pentingnya membaca dalam upaya mencari dan menguasai ilmu pengetahuan.

Ayat lain yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan dalam QS. al-Mujadalah ayat 11

. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.

dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Mujadalah : 11) Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang 6 Pokok Isi Kandungan Al-Qur’an.

Semoga kita selalu bisa mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.

Aamiin. Sumber, Al-Qur’an Hadits, Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014.

Jumat, 14 Desember 2018

SEGI-SEGI KEMU'JIZATAN AL-QUR'AN

Segi-segi Kemukjizat Al-Qur’an

Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam Al Qur’an sangatlah indah, karna mampu membuat orang arab pada saat itu kagum dan terpesona.

Kehalusan ungkapan bahasanya tidak ada yang dapat menandingi membuat banyak diantara mereka yang akhirnya masuk islam.

Seperti halnya Umar bin khattab yang mulanya sangat memusuhi islam akhirnya setelah mendengar lantunana ayat suci Al Qur’an dari adiknya beliau bersyahadat menyatakan diri masuk islam. Dan sampai sekarang tidak ada satupun manusia yang dapat membuat semisalnya (Al Qur’an)

Susunan Kalimat

Walaupun hadits qudsi, hadits nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, namun susunan kalimat serta bahasanya sangat jauh berbeda.

Kalimat-kalimat dalam bahasa Al Qur’an memiliki kualitas yang lebih tinggi diantar yang lainnya.

Dalam kalimat tersebut terkandung nilai-nilai yang istimewa dan tidak akan perna ada dari ucapan manusia.

Hukum Illahi yang sempurna

Al Qur’an bersifat global dan universal yang didalamnya terkandung berbagai macam hal yang mencakup aspek kehidupan baik itu kehidupan duniawi maupun ukhrawi.

Al qur’an menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma, sopan santun.

Undang-undang, ekonomi politik serta kemasyarakatan. Selain itu juga adanya hukum-hukum mengenai hablumminallah atau kaitannya tentang ibadah.

Ketelitian Redaksinya

Ketelitian redaksi bergantung pada hal berikut :

keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya, beberapa contoh diantaranya :Al-Hayah {hidup} dan Al-Maut {mati}, masing-masing serbanyak 145 kaliAn-Naf {manfaat} dan Al-Madharah {mudarat}, masing-masing sebanyak 50 kaliKeseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnyaAl-harts dan Az-zira’ah {membajak/bertani}masing-masing 14 kaliAl-‘ushb dan Adh-dhurur {membanggakan diri/angkuh} masing-masing 27 kaliKeseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnyaAl-infaq {infaq} dengan Ar-ridha {kerelaan}masing-masing 73 kaliAl-bukhl {kekikiran} dengan Al-hasarah {penyesalan} masing-masing 12 kaliKeseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnyaAl-israf {pemborosan} dengan As-sur’ah {ketergesaan} masing-masing 23 kaliAl-maw’izhah {nasihat/petuah} dengan Al-lisan {lidah} masing-masing 25 kaliberita hal-hal ghaib

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam Al Qur’an terdapat berita-berita mengenai hari akhir. Adanya hari kiamat, hari kebangkitan, hari penghitungan amal, surga dan neraka semuanya dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an dan itu semua merupakn suatu berita bagi kita semua.

Isyarat-isyarat ilmiah

Banyak sekali isyarat ilmiah yang di temukan dalam Al-Qur’an, misalnya :

Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan.

Sebagaiman yang dijelaskan dalam firman Allah surat Yunus ayat 5Artinya :

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah {tempat-tempat} bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan {waktu}.

Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak.

Dia menjelaskan tanda-tanda {kebesaran-Nya} kepada orang-orang yang mengetahui}”Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 25Perbedaan sidik jari manusia. Al-Qur’an surat Al-Qiyamah ayat 4Aroma atau bau manusia berbeda-beda. Al-Qur’an surat Yusuf ayat 94Masa penyusunan yang tepat dan masa kehamilan minimal, Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233

Kamis, 13 Desember 2018

MUHAMMAD ROSULULLAH SAW

Buka menu utama

Cari

SuntingPantau halaman iniBaca dalam bahasa lain

Muhammad

Nabi dan Rasul terakhir dalam Agama Islam

Untuk kegunaan lain dari Muhammad, lihat Muhammad (disambiguasi).

Muhammad[7] (Arab: محمد‎; lahir di Mekkah570 M – meninggal di Madinah8 Juni 632M)[8] adalah seorang nabi dan rasul terakhir bagi umat Muslim.[9] Muhammad memulai penyebaran ajaran Islam untuk seluruh umat manusia dan mewariskan pemerintahan tunggal Islam. Muhammad sama-sama menegakkan ajaran tauhid untuk mengesakan Allah sebagaimana yang dibawa nabi dan rasul sebelumnya.[10]

Muhammad
Muhammad
Muhammad

Kaligrafi Arab yang bermakna "Muhammad"

Nama dan GelarSemua GelarGelarPenutup Para Nabi
Rasul
Nabi
Syahidan (Saksi)
Mubasysyiran (Pemberi Kabar Gembira)
Nadzir (Pemberi Peringatan)
Da'i (Penyeru kepada Allah)[3]
Shalallahu alaihi wa SalamNamaKun-yahAbul Qasim[1][2]NamaMuhammadNisbahAl-MakkiNama lainnyaAhmadKelahirannyaNama lahirMuhammad bin AbdullahTanggal lahir570 M (Tahun Gajah)Tempat lahirMekkahOrang tuaAbdullah bin Abdul Muththalib
Aminah binti WahabAgama, Identitas, KebangsaanAgama IslamEtnis (Suku bangsa)Etnis 
(Suku bangsa)ArabKebangsaanIslam (sebagai kerajaan Teokrasi).NasabJalur ayah

Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim[4]

Jalur ibu[5]Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab.Wilayah aktif & HijrahWilayah aktifJazirah ArabZamanPra Hijriah - Abad pertama HijriahDakwah, Ketokohan & PengaruhDikenal sebagaiNabi Islam
Pemimpin NegaraPernikahan & KeluargaIstriKhadijah binti Khuwailid
Saudah binti Zum'ah
Aisyah binti Abu Bakar
Hafshah binti Umar
Zainab binti Khuzaimah
Hindun binti Abi Umayyah
Zainab binti Jahsy
Juwairiyah binti al-Harits
Ramlah binti Abu Sufyan
Shafiyah binti Huyay
Maimunah binti al-Harits
Maria binti Syama'unKeturunanAl-QasimAbdullahZainabRuqayyahUmmu KultsumFatimah, dan IbrahimKeislamanMazhab AkidahTauhidKewafatanTanggal wafat8 Juni 632 MTempat wafatMadinahDimakamkan diRumah Aisyah, di kompleks Masjid Nabawi[6]Bantuan kotak info

Lahir pada tahun 570 M di Mekkah, Muhammad melewati masa kecil sebagai yatim piatu. Muhammad dibesarkan di bawah asuhan kakeknya Abdul Muthalibkemudian pamannya Abu Thalib. Beranjak remaja, Muhammad bekerja sebagai pedagang. Muhammad kadang-kadang mengasingkan diri ke gua sebuah bukithingga bermalam-malam untuk merenung dan berdoa. Diriwayatkan dalam usia ke-40, Muhammad didatangi Malaikat Jibril dan menerima wahyu pertama dari Allah.[11] Tiga tahun setelah wahyu pertama, Muhammad mulai berdakwah secara terbuka,[12]menyatakan keesaan Allah dalam bentuk penyerahan diri melalui Islam sebagai agama yang benar dan meninggalkan sesembahan selain Allah. Muhammad menerima wahyu berangsur-angsur hingga kematiannya.[13]Praktik atau amalan Muhammad diriwayatkan dalam hadis, dirujuk oleh umat Islam sebagai sumber hukum Islam bersama Al-Quran.

Muhammad bersama pengikut awal mendapati berbagai bentuk perlawanan dan penyiksaan dari beberapa suku Mekkah. Seiring penganiayaan yang terus berlanjut, Muhammad membenarkan beberapa pengikutnya hijrah ke Habsyah, sebelum Muhammad memulai misi hijrah ke Madinahpada tahun 622. Peristiwa hijrah menandai awal penanggalan Kalender Hijriah dalam Islam. Di Madinah, Muhammad menyatukan suku-suku di bawah Piagam Madinah. Setelah delapan tahun bertahan atas serangan suku-suku Mekkah, Muhammad mengumpulkan 10.000 Muslim untuk mengepung Mekkah. Serangan tidak mendapat perlawanan berarti dan Muhammad mengambil alih kota dengan sedikit pertumpahan darah. Ia menghancurkan berhala-hala. Pada tahun 632, beberapa bulan setelah kembali ke Madinah usai menjalani Haji Wada, Muhammad jatuh sakit dan kematian. Muhammad meninggalkan Semenanjung Arab yang telah bersatu dalam pemerintahan tunggal Islam dan sebagian besar telah menerima Islam.

Etimologi

Genealogi

Riwayat

Mukjizat

Garis Waktu

Ciri fisik Muhammad

Pernikahan

Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu

Referensi

Lihat pula

Pranala luar

Terakhir disunting 7 hari yang lalu oleh AABot

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

PrivasiTampilan PC

JAZIRAH ARABIA

Pendaftaran WikiNusantara 2019 telah dibuka!

Daftarkan dirimu sekarang dan kirimkan presentasi yang menarik di sini.

Buka menu utama

Cari

SuntingPantau halaman iniBaca dalam bahasa lain

Jazirah Arab

Arabia beralih ke halaman ini.

Semenanjung Arab

Jazirah Arab adalah sebuah jazirah(semenanjung besar) di Asia Barat Dayapada persimpangan Afrika dan Asia.

Perbatasan pesisir jazirah ini ialah: di barat daya Laut Merah dan Teluk Aqabah; di tenggara Laut Arab; dan di timur laut Teluk Oman dan Teluk Persia. Secara politik, Jazirah Arab terdiri dari negara-negara berikut ini:

Arab SaudiKuwaitYamanOmanUni Emirat ArabQatarBahrainIrakSuriah

Secara geologi, daerah ini lebih tepat disebut Anak Benua Arab sebab memiliki lempeng tektonik tersendiri, yaitu Lempeng Arab.

Negara Arab Saudi meliputi hampir seluruh Jazirah Arab. Kebanyakan penduduk jazirah ini tinggal di Arab Saudi, Suriah, Iraq dan Yaman. Jazirah ini mengandung sejumlah besar minyak bumi dan merupakan tempat kota suci Islam yaitu Mekkah dan Madinah. Keduanya berada di Arab Saudi. Uni Emirat Arab dan Qatar merupakan tempat stasiun televisi berbahasa Arab utama seperti Al-Jazeera.

Secara geografis, jazirah ini terdiri dari:

plato tengah dengan padang rumput untuk ternak, dan lembah subur;cincin gurun, Nefud di utara, berbatu, Arab Besar, Gurun Sahara, di selatan, berpasir, dikatakan sedalam 600 kaki, dan Dahna antara; danterbentang dari tanah pesisir, umumnya daerah yang memiliki tanah subur terdapat di barat dan selatan Jazirah.

Arab memiliki beberapa danau dan sungai, salah satunya Danau Tiberias di Palestina dan Sungai Tigris di Irak. Karena sebagian besar daratan Jazirah Arab adalah Gurun Pasir ini menyebabkan Iklim disana cukup gersang dan tidak banyak di dapati Hewan dan Tumbuhan yang hidup disana. Arab adalah negara perdagangan dengan tanpa jalur kereta api, hanya rute karavan, masih tempat kelahiran ras yang untuk meluas di globe, dan dari agama yang telah menjadi petunjuk hidup pada ribuan manusia yang tersebar luas selama sekitar abad ke-13 hingga ke-14.

Terkadang istilah Timur Tengah digunakan pada jazirah saja, namun biasanya merujuk pada daerah yang lebih besar; istilah Arab, bagaimanapun, sering digunakan merujuk hanya pada Arab Saudi. Di waktu lain istilah Arab bisa berarti seluruh Dunia Arab, terbentang dari Maroko di barat sampai Oman di timur. arab sebagai tempat awalnya agama islam berkembang.

 Artikel bertopik geografi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Terakhir disunting 2 bulan yang lalu oleh Pierrewee

RELATED PAGES

Teluk Persia

Gurun Arab

gurun di Irak, Yaman, Yordania, Oman, Arab Saudi, dan UEA

Geografi Arab Saudi

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

PrivasiTampilan PC

KATA PEMBUKAAN TAFSIR ALBAYAN

Mengenal Hasby As-Shiddieqy dan Tafsir al-Bayan

 

Untuk memahami kandungan Al-Quran, diperlukan penafsiran untuk lebih mengenal dan memahami maksud ayat-ayat Al-Quran

Seiring dengan perkembangan zaman, semangat untuk memahami Al-Quran semakin besar, ditambah pula dengan kondisi sosial masyarakat yang semakin kompleks sehingga muncullah berbagai karya tafsir yang mencoba membahas mengenai persoalan hidup manusia dari berbagai aspek.

Sejarah kajian Al-Quran di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Nusantara.

Sehingga memunculkan beberapa mufasir dan kitab-kitab tafsir disertai corak khas di setiap penafsiranya.

Salah satunya kitab Tafsir al-Bayankarangan  T.M. Hasbi as-Shiddieqy.

Islami.co dihidupi oleh jaringan penulis dan tim editor yang butuh dukungan untuk bisa menulis secara rutin.

Jika kamu ingin agar kami bisa terus melahirkan artikel atau video yang mengedukasi publik dengan ajaran Islam yang ramah, toleran dan mencerahkan, silakan sisihkan sedikit donasi untuk kelangsungan kami.