Ustadz Yachya yusliha
Suatu kali, ketika Ibnu Mubarak sedang berpidato di hadapan orang-orang kafir , salah seorang sahabatnya bertanya kepadanya: "Adakah pekerjaan lain yang lebih memberikan ganjaran daripada jihad ?"
"Ya," jawabnya, "Yaitu memberi makan dan pakaian kepada istri dan anak dengan sepatutnya."
Waliyullah yang termasyhur Bisyr Hafi berkata: Lebih baik bagi seseorang untuk bekerja bagi istri dan anak daripada bagi dirinya sendiri.
"Di dalam hadis diriwayatkan bahwa beberapa dosa hanya bisa ditebus dengan menanggung beban keluarga," tambah Imam Al-Ghazalidalam bukunya berjudul " Kimia Kebahagiaan " yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris, The Alchemy of Happiness.
Baca juga: Perkawinan dan Kisah Mimpi Seorang Wali tentang Keuntungan Punya Anak
Ada juga kisah seorang wali tatkala istrinya meninggal. Ia tak bermaksud kawin lagi meski orang-orang mendesaknya seraya berkata bahwa dengan begitu akan lebih mudah baginya untuk memusatkan diri dan pikirannya di dalam uzlah.
Pada suatu malam ia melihat dalam mimpinya pintu surga terbuka dan sejumlah malaikat turun, lalu mendekatinya dan salah satu di antara mereka bertanya: "Inikah orang yang celaka yang egois itu?"
Rekan-rekannya menjawab: "Ya, inilah dia."
Wali itu sedemikian terperangahnya sehingga tidak sempat bertanya tentang siapakah yang mereka maksud. Tetapi tiba-tiba seorang anak laki-laki lewat dan ia pun bertanya kepadanya. "Andalah yang sedang mereka bicarakan," jawab sang anak. "Baru minggu yang lalu perbuatan-perbuatan baik anda dicatat di surga bersama dengan wali-wali yang lain, tetapi sekarang mereka telah menghapuskan nama anda dari buku catatan itu."
Setelah terjaga dengan pikiran penuh tanda tanya, dia pun segera membuat rencana untuk kawin. "Dari semua hal di atas, tampak bahwa perkawinan memang diinginkan," tulis Imam Al-Ghazali.
Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Surga dan Neraka Rohaniah yang Terlewatkan
Kerugian
Selain keuntungan, selanjutnya Imam Al-Ghazali menyebut kerugian-kerugian perkawinan. Salah satu di antaranya adalah adanya suatu bahaya, khususnya di masa sekarang ini, bahwa seorang laki-laki mesti mencari nafkah dengan sarana-sarana yang haram untuk menghidupi keluarganya, padahal tidak ada perbuatan-perbuatan baik yang bisa menebus dosa ini.
Nabi SAW bersabda bahwa pada Hari Kebangkitan akan ada laki-laki yang membawa tumpukan perbuatan baik setinggi gunung dan menempatkannya di dekat Mizan. Kemudian ia ditanya; "Dengan cara bagaimana engkau menghidupi keluargamu?"
Ia tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, maka semua perbuatan baiknya pun akan dihapuskan dan suatu pernyataan akan dikeluarkan berkenaan dengannya: "Inilah orang yang keluarganya telah menelan semua perbuatan baiknya!"
Baca juga: Kimia Kebahagiaan al-Ghazali: 6 Penyebab Kejahilan tentang Allah Taala
Kerugian lain dari perkawinan adalah bahwa memperlakukan keluarga dengan baik dan sabar dan menyelesaikan masalah-masalah mereka hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tabiat baik.
Ada bahaya besar jika seorang laki-laki memperlakukan keluarganya dengan kasar atau mengabaikan mereka, sehingga menimbulkan dosa bagi dirinya sendiri.
Nabi SAW bersabda: "Seseorang yang meninggalkan istri dan anak-anaknya adalah seperti budak yang lari. Sebelum ia kembali kepada mereka, puasa dan sholatnya tidak akan diterima oleh Allah."
Ringkasnya, manusia memiliki sifat-sifat rendah, dan sebelum ia bisa mengendalikan sifatnya itu, lebih baik ia tidak memikul tanggungjawab untuk mengendalikan orang lain.
Seseorang bertanya kepada Wali Bisyr Hafi, kenapa ia tidak kawin. "Saya takut," ia menjawab. "Akan ayat Al-Qur'an: 'hak-hak wanita atas laki-laki persis sama dengan hak-hak laki-laki atas wanita'."
Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Empat Tahap Perjalanan Manusia di Dunia
Kerugian ketiga dari perkawinan adalah bahwa mengurus sebuah keluarga seringkali menghalangi seseorang dari memusatkan perhatiannya kepada Allah dan akhirat. Dan boleh jadi, kecuali kalau ia berhati-hati, hal itu akan menyeretnya kepada kehancuran, karena Allah telah berfirman: "Janganlah istri-istri dan anak-anakmu memalingkanmu dari mengingat Allah."
Orang yang berpikir, bahwa dengan tidak kawin ia bisa memusatkan perhatiannya lebih baik pada kewajiban-kewajiban keagamaannya, lebih baik ia tetap sendirian; dan orang-orang yang takut untuk terjatuh ke dalam dosa jika ia tidak kawin, lebih baik ia kawin.
"Ya," jawabnya, "Yaitu memberi makan dan pakaian kepada istri dan anak dengan sepatutnya."
Waliyullah yang termasyhur Bisyr Hafi berkata: Lebih baik bagi seseorang untuk bekerja bagi istri dan anak daripada bagi dirinya sendiri.
"Di dalam hadis diriwayatkan bahwa beberapa dosa hanya bisa ditebus dengan menanggung beban keluarga," tambah Imam Al-Ghazalidalam bukunya berjudul " Kimia Kebahagiaan " yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris, The Alchemy of Happiness.
Baca juga: Perkawinan dan Kisah Mimpi Seorang Wali tentang Keuntungan Punya Anak
Ada juga kisah seorang wali tatkala istrinya meninggal. Ia tak bermaksud kawin lagi meski orang-orang mendesaknya seraya berkata bahwa dengan begitu akan lebih mudah baginya untuk memusatkan diri dan pikirannya di dalam uzlah.
Pada suatu malam ia melihat dalam mimpinya pintu surga terbuka dan sejumlah malaikat turun, lalu mendekatinya dan salah satu di antara mereka bertanya: "Inikah orang yang celaka yang egois itu?"
Rekan-rekannya menjawab: "Ya, inilah dia."
Wali itu sedemikian terperangahnya sehingga tidak sempat bertanya tentang siapakah yang mereka maksud. Tetapi tiba-tiba seorang anak laki-laki lewat dan ia pun bertanya kepadanya. "Andalah yang sedang mereka bicarakan," jawab sang anak. "Baru minggu yang lalu perbuatan-perbuatan baik anda dicatat di surga bersama dengan wali-wali yang lain, tetapi sekarang mereka telah menghapuskan nama anda dari buku catatan itu."
Setelah terjaga dengan pikiran penuh tanda tanya, dia pun segera membuat rencana untuk kawin. "Dari semua hal di atas, tampak bahwa perkawinan memang diinginkan," tulis Imam Al-Ghazali.
Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Surga dan Neraka Rohaniah yang Terlewatkan
Kerugian
Selain keuntungan, selanjutnya Imam Al-Ghazali menyebut kerugian-kerugian perkawinan. Salah satu di antaranya adalah adanya suatu bahaya, khususnya di masa sekarang ini, bahwa seorang laki-laki mesti mencari nafkah dengan sarana-sarana yang haram untuk menghidupi keluarganya, padahal tidak ada perbuatan-perbuatan baik yang bisa menebus dosa ini.
Nabi SAW bersabda bahwa pada Hari Kebangkitan akan ada laki-laki yang membawa tumpukan perbuatan baik setinggi gunung dan menempatkannya di dekat Mizan. Kemudian ia ditanya; "Dengan cara bagaimana engkau menghidupi keluargamu?"
Ia tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, maka semua perbuatan baiknya pun akan dihapuskan dan suatu pernyataan akan dikeluarkan berkenaan dengannya: "Inilah orang yang keluarganya telah menelan semua perbuatan baiknya!"
Baca juga: Kimia Kebahagiaan al-Ghazali: 6 Penyebab Kejahilan tentang Allah Taala
Kerugian lain dari perkawinan adalah bahwa memperlakukan keluarga dengan baik dan sabar dan menyelesaikan masalah-masalah mereka hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tabiat baik.
Ada bahaya besar jika seorang laki-laki memperlakukan keluarganya dengan kasar atau mengabaikan mereka, sehingga menimbulkan dosa bagi dirinya sendiri.
Nabi SAW bersabda: "Seseorang yang meninggalkan istri dan anak-anaknya adalah seperti budak yang lari. Sebelum ia kembali kepada mereka, puasa dan sholatnya tidak akan diterima oleh Allah."
Ringkasnya, manusia memiliki sifat-sifat rendah, dan sebelum ia bisa mengendalikan sifatnya itu, lebih baik ia tidak memikul tanggungjawab untuk mengendalikan orang lain.
Seseorang bertanya kepada Wali Bisyr Hafi, kenapa ia tidak kawin. "Saya takut," ia menjawab. "Akan ayat Al-Qur'an: 'hak-hak wanita atas laki-laki persis sama dengan hak-hak laki-laki atas wanita'."
Baca juga: Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Empat Tahap Perjalanan Manusia di Dunia
Kerugian ketiga dari perkawinan adalah bahwa mengurus sebuah keluarga seringkali menghalangi seseorang dari memusatkan perhatiannya kepada Allah dan akhirat. Dan boleh jadi, kecuali kalau ia berhati-hati, hal itu akan menyeretnya kepada kehancuran, karena Allah telah berfirman: "Janganlah istri-istri dan anak-anakmu memalingkanmu dari mengingat Allah."
Orang yang berpikir, bahwa dengan tidak kawin ia bisa memusatkan perhatiannya lebih baik pada kewajiban-kewajiban keagamaannya, lebih baik ia tetap sendirian; dan orang-orang yang takut untuk terjatuh ke dalam dosa jika ia tidak kawin, lebih baik ia kawin.
(mhy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar