Kamis, 20 Oktober 2022

Masih Adakah Umat Islam Tidak Mengenal Abu Hurairah? Begini Sosoknya


Masih Adakah Umat Islam Tidak Mengenal Abu Hurairah? Begini Sosoknya
Abu Hurairah adalah sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang paling banyak meriwayatkan hadis, beliau dikenal juga sebagai penyayang kucing. Foto ilustrasi/istimewa

Di zaman Jahiliah (sebelum datangnya Islam) orang memanggil namanya Abdu Syam. Setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala memuliakannya dengan Islam dan mempertemukannya dengan Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, kemudian namanya telah diubah oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini, dikarenakan tidak boleh memberi nama seseorang dengan nama “hamba fulan” (Abdul Fulan) atau hamba sesuatu.

Baca juga: Sayyidah Aisyah Meralat Pendapat Abu Hurairah dan Ibnu Abas dalam Kasus Ini 

Pemberian yang boleh jika menggunakan kata Abdu (hamba), harus bermakna hanya hamba Allah (Abdullah) semata, sehingga beliau diberi nama Abdullah atau Abdurrahman, namun Abdurrahman-lah yang lebih rajih.

Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Salam bertanya : "Siapa namamu?" Abu Hurairahmenjawab singkat : "Abdu Syams". "Bukannya Abdurrahman?" Tanya Rasulullah. "Benar. Benar Abdurrahman, ya Rasulullah !", Jawab Abu Hurairah menyetujui. Hal ini sebagaimana dibukukan oleh Imam Bukhari, AtTirmidzi dan Al Hakim.


Diceritakan dalam kisah yang lain, kucing itulah yang kerap menemani. Misalkan ketika beliau sedang kesepian di kala mengggembala atau dalam hari-hari. Saat beliau pulang dari gembalaannya, kucing kesayangannya diletakkan di atas sebatang pohon. Esoknya kucing itu diambil lagi sebagai teman, dan kebiasaannya itu terus dilakukannya.

Kondisi persahabatannya dengan seekor kucing pun kemudian diketahui oleh masyarakat sekitar sehingga akhirnya orang-orang memanggilnya Abu Hurairah yang artinya “Bapak Kucing”.

Namun ada cerita lain lagi tentang Abu Hurairah, yaitu ketika ia sedang berbincang dengan Rasul kemduia tiba-tiba kucingnya meloncat. Lalu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dengan “Abu Hirr”. Itu sebagai panggilan halus Rasul kepada beliau setelah Rasul mengetahui asal usul julukan Abu Hurairah.

Abu Hurairah masuk Islam dengan perantaraan Thufail bin Amr Ad-Dausy. Islam masuk ke negeri suku Daus (qabilah Yamaniah Qathaniyah) kira-kira awal abad ketujuh Hijriyah. Di kalangan suku beliau, Abu Hurairah cukup terkenal. Karena Abu Hurairah Ad Dausi Al Yamani merupakan sekutu Abu Bakar Ash Shiddiq. Jadi, Abu Hurairah adalah seorang mulia. Berkedudukan tinggi dan dipercaya di kalangan Bani Daus.

Setelah bertemu Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, Abu Hurairah memutuskan untuk berkhidmat (melayani) kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menemani beliau. Karena itulah Abu Hurairah dalam kesehariannya memilih tinggal di masjid. Yakni tempat di mana Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam selalu mengajar dan menjadi imam.

Abu Hurairah merupakan salah satu golongan shuffah. Tempat ini adalah serambi (emperan atau pelataran) di Masjid Nabawi. Yakni untuk mereka yang belum atau tidak memiliki tempat tinggal yang permanen, fakir dan tidak memiliki keluarga. Para ahlu shuffah tidak memiliki keluarga, harta, dan hidup sebatang kara.

Sehari-harinya, makan dan minum ahlu shuffah ditanggung oleh para sahabat yang kaya dan terkadang diambilkan dari baitul mal. Bahkan Rasulullah sendiri biasa membawakan makanan untuk mereka dan sesekali makan bersama mereka.
Abu Hurairah hidup di Shuffah dalam keadaan faqir, tidak memiliki harta, rumah dan mata pencaharian. Tapi sia merasa cukup dengan kemudahan yang diberikan Allah kepadanya dan kepada para ahlus shuffah, yaitu berupa hadiah untuk mereka dan makanan yang dinikmati bersama dengan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Hurairah pernah bercerita bahwa dia melihat 70 orang dari ahlu shuffah, tidak seorang pun di antara mereka yang memakai rida‘ (Sejenis kain penutup bagian atas tubuh). Mereka hanya mengenakan sarung atau kisa’ (potongan kain). Mereka mengikatkan potongan kain tersebut pada leher mereka. Ada yang menjulur sampai separuh betis dan ada yang sampai kedua mata kaki. Kemudian dia mengumpulkannya dengan tangan karena khawatir terlihat auratnya.”

Ahlus shuffah tinggal di emperan masjid Nabawi cukup lama. Selama Rasulullah masih hidup, Abu Hurairah tidak menikah dan belum punya anak. Ketika Rasulullah wafat, Abu Hurairah menikah dan pernah menjadi walikota di Madinah lebih dari satu kali. Dalam riwayat disebutkan bahwa beliau menjadi walikota di maka Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufan. Kelembutan dan keluwesannya saat menjabat tidak pernah ada yang menandingi.

Dalam pribadi Abu Hurairah terkumpul kekayaan akan ilmu, ketakwaan, dan wara' (hidup berhati-hati karena takut menyelisihi Allah dan Rasul-Nya). Siang hari berpuasa, malam dia ibadah. Anak dan istrinya kerap dibangunkan malam untuk beribadah atau sholat malam. Karena itulah keluarga Abu Hurairah tidak putus-putus ibadah siang malam.

Dalam sebuah riwayat, sahabat penghafal hadis yang mulia ini diberikan umur yang panjang oleh Allah Ta’ala. Di riwayatkan bahwa beliau wafat di umur 78 tahun, maka jarak dari wafatnya Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam dengan wafatnya Abu Hurairah sekitar 47 tahun. Itulah sebabnya beliau sangat sering mengajarkan ummat dan banyak meriwayatkan hadis.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan rahmatNya kepada Abu Hurairah seluas-luasnya. Semoga Allah memberikan pahala berlimpah dan Allah membalas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Perkataan beliau yang dikenal adalah, beliau berkata : “Aku membagi malamku tiga bagian. Pertama untuk membaca Al Quran, sebagian lain untuk tidur, sebagian lagi untuk mengulang hafalan hadisku.

Baca juga: Inilah Alasan Mengapa Abu Hurairah Lebih Banyak Meriwayatkan Hadis
(Ustadz Yachya Yusliha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar