Tidak ada seorang pun manusia di muka bumi yang luput dari dosa kecuali Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) yang ma'shum (terjaga dari dosa). Dosa maupun kesalahan adalah aib yang wajib disembunyikan.
Rasulullah SAW melarang umatnya untuk tidak membuka atau menceritakan aib sendiri kepada orang lain. Beliau mengajarkan kepada kita agar menyembunyikan dosa-dosa maupun aib kita.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat Sahih Al-Bukhari:
كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافَى إِلَّا اْلمُجَاهِرِيْنَ
Semua ummat kuitu di dalam maafnya Allah, dan cepat sekali diampuni Allah.
Namun mereka itu banyak yang dihambat pengampunannya oleh Allah, karena mereka banyak bercerita tentang dosa-dosanya kepada orang lain.
Ulama yang pernah menjadi pemimpin Majelis Rasulullah (MR) Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa pernah mengatakan, pengampunan Allah Ta'ala itu akan tertahan gara-gara seseorang banyak cerita tentang aibnya.
Namun, apabila menceritakan dosa (keslahan) kepada guru, ulama, atau kiyai dengan maksud untuk meminta nasihat tidak mengapa. Sebagaimana para sahabat datang kepada Rasulullah SAW memohon pendapat telah berbuat dosa ini itu dan lain sebagainya.
Akan tetapi, jika disebarkan seluas-luasnya kepada orang lain, maka itu menjauhkan atau menyulitkan dapatnya pengampunan. Orang-orang yang suka menyampaikan aibnya pada orang lain, itu mengecewakan dan menyakiti perasaan Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman di dalam sebuah hadis qudsi riwayat Al-Bukhari dan Muslim: "Aku (Allah) telah menyembunyikan dan menutupi aib hamba Ku dan dia yang membukanya sendiri. Aku (Allah) tutupi supaya orang lain tidak tahu dosanya, dia sendiri yang membuka dan merobek tabir yang Kututup agar orang lain tidak tahu kehinaannya. Dia yang membuka kehinaannya pada orang lain padahal Aku menutupinya".
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَلِيمٌ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
Sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Pemurah, kekal, dan Maha Penutup, Dia mencintai rasa malu dan sikap sitru (menutup aib). (HR Abu Dawud dan An-Nasai).
(Ustadz Yachya Yusliha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar