Semoga bermanfaat
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala
Mengawali khutbah Jumat di siang hari yang penuh berkah ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan diri kita, takwa dalam artian melaksanakan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sehingga dengan ketakwaan kita dapat menjadi sebaik-baik hamba di sisi Allah ta’ala
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Dari ayat di atas, sudah jelas sekali tujuan pernikahan yang merupakan usaha untuk membuat jiwa kita menjadi tenteram dan batin kita menjadi tenang.
Alih-alih menciptakan keharmonisan dalam berumah tangga, jangan sampai salah seorang dari kita mencederai rumah tangga dan keluarga kita dengan kekerasan.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Islam begitu mengutuk segala macam bentuk kekerasan individu atas individu lainnya, atau satu kelompok atas kelompok lainnya.
Hal ini termasuk pula kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.
Tidak boleh ada, dan jangan dianggap sebagai sesuatu yang normal apabila ada seorang suami memukul istrinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
Artinya: “Janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, jangan pula menjelek-jelekkannya dan jangan mendiamkan istri (ketika cekcok) selain di rumah” (HR. Abu Daud)
Hadits di atas secara terang-terangan melarang para suami untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Jangankan kekerasan fisik, kekerasan berupa kata-kata yang menjelek-jelekkan istri saja dilarang.
Di sinilah para suami dituntut untuk menjadi sosok yang penyabar.
Lantas bagaimana apabila seorang istri tidak memenuhi haknya sebagai istri?, padahal ada hak-hak yang harus dipenuhi seorang istri sebagaimana ada hak-hak yang harus dipenuhi seorang suami kepada istrinya.
Apa anjuran Islam bagi seorang suami dalam menghadapi masalah ini?
Tatkala istri tidak memenuhi hak-hak mereka atas suami, maka suami diberi wewenang oleh Al-Quran untuk mendidik istrinya supaya kembali menunaikan haknya kembali.
Caranya yaitu dengan, pertama, menasihati secara halus dan baik.
Mengapa harus secara baik-baik?
Sebab apabila kita menasihati dengan kasar, dengan sindiran yang membuat hati menjadi sakit, nasehat yang tidak didasarkan atas komunikasi yang baik, hal tersebut akan berimplikasi pada rusaknya hubungan rumah tangga.
Mengenai nasihat kepada istri harus disampaikan dengan baik dan penuh kasih sayang, Nabi pernah bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
Artinya: “Berbuat baiklah pada para wanita.
Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk.
Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok.
Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya.
Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok.
Berbuat baiklah pada para wanita.” (Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Langkah kedua, apabila tidak dapat dinasihati secara baik-baik, maka didiamkan dan tidak diajak tidur bersama.
Adapun langkah selanjutnya apabila tidak memberikan efek dan pengaruh, adalah memukulnya.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 34:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
Artinya: “Istri-istri yang kalian khawatirkan melakukan pembangkangan (tidak memenuhi hak suami), maka nasihatilah mereka, diamkan mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka.
Bila mereka menaati kalian, maka jangan kalian cari jalan untuk merugikan mereka.” (Quran surah An-Nisa’ ayat 34).
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
Janganlah kita salah dalam memahami perintah dalam ayat yang tadi dibacakan, yaitu langkah terakhir dalam menasihati istri adalah dengan memukulnya.
Ingat! Ayat ini tidak melegalkan kekerasan dalam rumah tangga.
Tidak sama sekali! Jangan sampai kita melegitimasi perbuatan kotor kita dan membungkusnya dengan ayat Al-Quran, padahal maksudnya bukanlah demikian.
Kita harus memahami bahwa tujuan adanya ayat di atas adalah untuk mendidik istri agar kembali memenuhi haknya.
Apabila dengan langkah paling ringan saja sudah kembali memenuhi haknya, maka tidak perlu mengambil langkah terakhir.
Selanjutnya, jikalau sangat terpaksa mengambil langkah terakhir, maka yang dibolehkan hanya memukul dengan sangat ringan dalam rangka mendidik, misalnya dengan sikat gigi, dengan siwak dan lain-lain.
Bukan pukulan karena emosi dan amarah yang membuncah.
Bukan pukulan kriminal yang mematikan, mengakibatkan cacat, luka berdarah atau patah tulang, membuat lebam, atau sangat menyakitkan.
Demikian pula tidak boleh memukul wajah dan bagian-bagian tubuh yang membahayakan, tidak boleh memukul di luar rumah, tidak boleh memukul di satu bagian tubuh secara berulang-ulang.
Mengenai hal tersebut, patutnya kita meniru Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memperlakukan istrinya.
Siti Aisyah pernah menuturkan:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya: “Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya.
Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (Hadits riwayat Imam Ahmad)
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
Dengan memahami syariat Islam secara utuh, khususnya dalam hal menegur istri, tentu tidak akan ada lagi kekerasan dalam rumah tangga kaum muslimin.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di sekitar kita mesti menjadi pelajaran bagi kita untuk bersikap bijak terhadap istri.
Perlu sekali seorang suami matang dalam emosional, sebagaimana perlunya ia memahami nasihat dan ajaran agama dalam berinteraksi dengan istrinya.
Tirulah sosok Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berlaku baik pada istrinya.
Terdapat sebuah riwayat dalam Sunan al-Tirmidzi, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا"
“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang-orang yang terbaik di antara kalian adalah dia yang paling baik kepada istri mereka.” (Hadits riwayat Imam al-Tirmidzi)
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Yachya Yusliha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar