Namun demikian ternyata masih ada makhluk yang lebih buruk dan lebih jahat daripada Iblis dan Fir’aun. Siapa dia?
Dihikayatkan. Suatu ketika Iblis bertandang ke istana Fir’aun dan segera mengetuk pintu.
“Siapa itu,” tanya Fir’aun dari dalam.
“Aku Iblis. Kalau kamu benar-benar Tuhan, mestinya kamu tahu siapa aku,” jawab Iblis ketus dari luar.
“Masuk, hei makhluk terlaknat,” kata Fir’aun tak kalah keras.
“Kamu tahu nggak, orang yang lebih buruk daripada dirimu dan diriku di muka bumi ini?”
“Tahu dong,” jawab Iblis penuh percaya diri.
“Siapa?” sergah Fir’aun.
“Orang yang hasud (yang menginginkan hilangnya kenikmatan dan kebahagiaan orang lain). Karena hasud inilah aku dilaknat oleh Tuhan sampai sekarang,” jawab Iblis penuh ketegasan.
Iblis melanjutkan omongannya:
“Aku punya tetangga yang selalu memenuhi ajakan kejahatanku. Lalu ku katakan kepadanya:
‘Sungguh aku wajib memenuhi hak (permintaan) dari mu (karena kesetiaanmu padaku), maka mintalah hajat atau kebutuhanmu kepadaku.’
Si Tetangga segera menjawab:
“Iblis, aku ada tetangga yang punya seekor sapi. Bunuhlah sapi itu.”
Lalu segera kujawab:
“Aku tak mampu (tak tega) melakukannya. Bagaimana kalau ku beri 10 ekor sapi sebagai gantinya?”
“Tidak. Aku hanya ingin kau bunuh sapi itu,” jawab Si Tetangga tetap bersikukuh atas permintaannya.
Nah di sini aku baru tahu, bahwa orang yang hasud, yang menginginkan hilangnya kenikmatan orang lain, lebih buruk dari pada aku dan kamu, Fir’aun”, pungkas Iblis masih penuh keheranan.
Kisah selengkapnya dapat dibaca di kitab al-Jawahir al-Lu’lu’iyah karya Syekh Muhammad al-Jurdani. (Muhammad bin Abdillah al-Jurdani ad-Dimyathi, al-Jawahir al-Lu’lu’iyah Syarhul Arba’in an-Nawawiyah, [Manshurah, Maktabah al-Iman], halaman 298-299).
Nah demikianlah, ternyata masih ada makhluk yang lebih buruk dan lebih jahat daripada Iblis dan Fir’aun, yaitu orang hasud yang menginginkan hilangnya kenikmatan dan kebahagiaan orang lain.
Bila demikian, masihkah kita mau menyimpan sifat hasud, sehingga menjadi lebih jahat daripada Iblis dan Fir’aun? Wallahu a’lam.
Ustadz Yachya Yusliha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar