Melihat penderitaan orang lain boleh sujud syukur , begini penjelasannya dalam artikel ini. Syukur mencakup tiga sisi: a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah. b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran " mengatakan syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi.
"Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugrah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut," ujar Quraish Shihab.
Baca juga: Sujud Syukur, Sunnah yang Sering Terlupakan
Menurutnya, syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Qur'an sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya. Kisah Qarun ini bisa dibaca dalam surat Al-Qashash (28) : 76-82.
Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur diartikan oleh orang yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).
Quraish Shihab mengatakan dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.
Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. "Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu," katanya.
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki--seperti melakukan sujud dalam sholat.
Hanya saja, kata Quraish Shihab, sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam sholat. Karena sujud itu bukan bagian dan sholat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudhu.
Baca juga: Istri Banyak Mengeluh, Mengurangi Pahala Syukur
Syukur dengan lidah
Quraish Shihab mengatakan syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.
Al-Qur'an mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "al-hamdulillah."
Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.
Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Quraish Shihab menjelaskan jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah.
Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya.
Dengan demikian, kata Quraish Shihab, pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).
Baca juga: Tuntunan Praktis Sujud Syukur, Cara dan Bacaan Arab serta Artinya
Syukur dengan Perbuatan
Nabi Daud as beserta putranya Nabi Sulaiman as memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan,
"Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur!" ( QS Saba [34] : 13).
Quraish Shihab menjelaskan yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
"Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah," katanya. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah SWT. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:
"Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur ( QS An-Nahl [16] : 14).
Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-Nya".
Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah, "Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)". ( QS Ibrahim [14] : 7)
Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap embusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."
Baca juga: Surat Ibrahim : Pentingnya Bersyukur
Quraish Shihab menjelaskan suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14):7). Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur( QS Ibrahim [14] :7).
Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut.
Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).
Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba --satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis Surat Saba (34) : 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya.
Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Qur'an dengan baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja.
Demikian uraian Al-Qur'an. Dalam konteks keadaan mereka, Allah berfirman, "Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur. ( QS Saba [34] : 17).
Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer: Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih. (QS Ibrahim [14]: 7).
Baca juga: Waspada, Tidak Bersyukur Adalah Tanda Kufur
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran " mengatakan syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi.
"Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugrah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut," ujar Quraish Shihab.
Baca juga: Sujud Syukur, Sunnah yang Sering Terlupakan
Menurutnya, syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Qur'an sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya. Kisah Qarun ini bisa dibaca dalam surat Al-Qashash (28) : 76-82.
Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur diartikan oleh orang yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).
Quraish Shihab mengatakan dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.
Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. "Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu," katanya.
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki--seperti melakukan sujud dalam sholat.
Hanya saja, kata Quraish Shihab, sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam sholat. Karena sujud itu bukan bagian dan sholat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudhu.
Baca juga: Istri Banyak Mengeluh, Mengurangi Pahala Syukur
Syukur dengan lidah
Quraish Shihab mengatakan syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.
Al-Qur'an mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "al-hamdulillah."
Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.
Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Quraish Shihab menjelaskan jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah.
Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya.
Dengan demikian, kata Quraish Shihab, pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).
Baca juga: Tuntunan Praktis Sujud Syukur, Cara dan Bacaan Arab serta Artinya
Syukur dengan Perbuatan
Nabi Daud as beserta putranya Nabi Sulaiman as memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan,
"Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur!" ( QS Saba [34] : 13).
Quraish Shihab menjelaskan yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
"Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah," katanya. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah SWT. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:
"Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur ( QS An-Nahl [16] : 14).
Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-Nya".
Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah, "Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)". ( QS Ibrahim [14] : 7)
Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap embusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."
Baca juga: Surat Ibrahim : Pentingnya Bersyukur
Quraish Shihab menjelaskan suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14):7). Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur( QS Ibrahim [14] :7).
Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut.
Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).
Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba --satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis Surat Saba (34) : 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya.
Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Qur'an dengan baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja.
Demikian uraian Al-Qur'an. Dalam konteks keadaan mereka, Allah berfirman, "Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur. ( QS Saba [34] : 17).
Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer: Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih. (QS Ibrahim [14]: 7).
Baca juga: Waspada, Tidak Bersyukur Adalah Tanda Kufur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar