Minggu, 31 Juli 2022

TUOUR PANGANDARAN


*PANGANDARAN TOUR*

Untuk memperat talisilaturahmi  dalam Rekreasi di Pantai 
Kami mengajak  anda sekeluarga pengguna Radio Hobi yang  insya Alloh akan berangkat 

Pada Hari      : Jumat
Tanggal.        : 7 Oktober 2022
Pukul.            : 10 Malam 
Tmpt kumpul : Pintu Tol Kopo
Biaya.            : Rp.300 000,- /orang

Biaya sudah termasuk :
*Bis AC Pariwisata*
*Tiket masuk lokasi*
*Tol, parkir Dan Tip Supir
*Penginapan Non AC*

*Snack  Dan Makan 1x*

01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.

Lanjutkan ....
 
Imformasi  Hub 081221588321 (Dewan Suro )

Khutbah Pertama:

Khutbah Pertama:

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

أَمَّا بَعْدُ

معاشر المسلمين أوصيكم ونفسي بتوقوى الله فقد فاز المتقون

Ibadallah,

Landasan kebahagiaan adalah memiliki sifat qanaah. Yaitu seseorang menerima dengan apa yang Allah berikan dan anugerahkan kepadanya. Tanpa memandang rezeki dan kemewahan orang lain. Dia merasa puas dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya. Barangsiapa yang memiliki sifat qanaah, maka dia adalah orang yang berbahagia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [Quran An-Nahl: 97]

Banyak ahli tafsir mengartikan hayatan thayyibah (kehidupan yang baik) adalah sifat qanaah. Sebagaimana diriwayatkan dari pendapat Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, radhiallahu ‘anhum. Kemudian pendapat para tabi’in semisal Hasan al-Bashri, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, Wahb bin al-Munabbih. Mereka mengatakan hayatan thayyibah yang Allah janjikan bagi orang-orang yang beriman adalah sifat qanaah. Kata Hasan al-Bashri menafsirkan ayat tersebut:

لَنَرْزُقَنَّهُ قَنَاعَةً يَجِدُ لَذَّتَهَا فِي قَلْبِهِ

“(Siapa yang beriman) akan kami anugerahkan qanaah. Dia merasakan kelezatan di dalam hatinya.”

Ma’asyiral muslimin,

Inilah sifat qanaah. Menerima dengan apa yang Allah anugerahkan. Jika sifat qanaah meresap dalam hati seseorang, maka otomatis dia Bahagia. Dan ketika sifat qanaah ini dicabut, ia akan menjadi seorang yang sengsara. Karena dia tidak akan pernah merasa puas, meskipun Allah telah memberikannya anugerah yang begitu banyak. 

Inilah pendapat yang juga dipilih oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya. Hayatan thayyibah adalah qanaah. Mengapa? Ketika kita melihat orang-orang yang beriman, di antara mereka ada yang diberikan harta yang banyak. Ada yang mendapat harta yang sedikit. Ada yang sedang dan ada yang susah. Namun ada satu hal yang mereka sepakat di dalamnya, yaitu sama-sama qanaah. Baik dia kaya, sedang, atau miskin, mereka semua qanaah. 

Karena itu, jangan menyangka bahwa kehidupan yang baik itu artinya banyaknya harta. Banyak harta tidak menjamin seseorang menjadi Bahagia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻟَﻴْﺲَ اﻟﻐﻨﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﻌَﺮَﺽِ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ اﻟﻨَّﻔْﺲِ

“Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta. Namun kekayaan hati.” [HR. al-Bukhari].

Ketika seseorang qanaah, apapun kondisinya dia akan bahagia. Seandainya seseorang memiliki harta yang banyak tidak memiliki sifat qanaah, maka dia tidak akan bahagia. Lihatlah orang-orang kaya yang tidak dianugerahi dengan qanaah, mereka hidup dalam kesengsaraan. Terkadang di hadapan mereka ada makanan yang terlezat, ada tempat tidur yang paling nyaman, namun mereka sulit untuk makan dan sulit untuk tidur. Pikiran mereka selalu mengikuti perkembangan dunia. Apa yang tengah terjadi. Si fulan sudah sampai tahap apa. Selalu tidak pernah puas.

Terkadang kita bertemu dengan orang kaya, lalu dia bercerita. Dia akan menyampaikan tentang kesulitan kehidupan dunia. Berbicara tentang kondisi perusahaannya yang repot. Keuangannya yang sulit. Tentang masalah ini dan itu. Banyak dia ceritakan. Karena dia orang kaya. Seakan dia sedang sengsara, padahal dia kaya raya. Kita akan melihat bagaimana kesulitan yang terkumpul di dalam kepalanya.

Sebaliknya, terkadang kita bertemu dengan seorang yang miskin. Rumahnya sederhana. Motornya butut. Tapi kalau kita bertanya dia senantiasa mengatakan, “Alhamdulillah.. alhamdulillah.. alhamdulillah..” Mulai dia menceritakan baru punya ini. Baru pergi dari sana. Padahal dia miskin. Kalau kita mendengar ceritanya seakan-akan dia memiliki segalanya. Dia raja yang tinggal di istana. Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

إذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ** فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ

“Manakala sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka antara engkau dan raja dunia, sama saja.”

Mengapa? Karena kalau seseorang qanaah, dia sudah puas. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَن أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بما آتَاهُ.

“Sungguh beruntung seseorang yang memeluk Islam. Lalu ia diberi rezeki yang tidak berlebihan. Dan dia menerima dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.” [HR. Muslim].

Barangsiapa yang telah meraih sifat qanaah. Ia akan merasakan banyak kelezatana. Di antarnaya:

Pertama: dia akan Bahagia. Hatinya menjadi tentram. Apa yang Allah berikan kepadanya dia syukuri.

Kedua: dia tidak akan hasad. Dia lihat orang lain punya kekayaan, dia santai tidak terpengaruh. Ketika ada seseorang yang cerita kepadanya, “Si Fulan, sudah punya ini dan itu.” Dia komentari, “Alhamdulillah, semoga dia menjadi seorang yang bersyukur.” Dia doakan. Tidak ada hasad. Tidk ada jengkel. Mengapa? Dia qanaah.

Dia tidak sibuk memperhatikan kondisi orang lain sudah sampai tahap mana. Dia santai. Focus dengan dirinya. Dia Bahagia. Dia qanaah. Dia memperoleh kebahagiaan yang di harapkan. 

Ketiga: dia ridha dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Apa yang Allah berikan kepadanya dia ridha. Dan dengan apa yang Allah berikan kepada orang lain pun dia ridha dengan pembagian tersebut. Inilah qanaah.

Syarat untuk mendapatkan qanaah ini, seseorang harus beriman dan beramal shaleh. Barulah Allah akan memberikan sifat qanaah ke dalam dirinya. 

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua:

الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا..

أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى:

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Setelah kita mengetahui keutamaan qanaah dan terpujinya sifat tersebut. Mungkin kita bertanya bagaimana cara meraih sifat tersebut? 

Pertama: qanaah diraih dengan beriman dan beramal shaleh. 

Sebagaiman firman Allah yang mempersyaratkan demikian,

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya qanaah.” [Quran An-Nahl: 97]

Kedua: dia berusaha menghitung-hitung nikmat Allah yang ada pada dirinya. 

Nikmat Allah yang dia kecap sangatlah banyak. Nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat anak-anak, nikmat keluarga, nikmat pergi ke masjid, nikmat bisa beribadah, dll. banyak kenikmatan yang dia rasakan. Sebagaimana yang Allah sampaikan,

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Quran Ibrahim: 34].

Bahkan bisa kita katakana, seandainya penduduk dunia semuany berkumpul untuk menghitung nikmat Allah yang ada pada diri kita, mereka tidak akan mampu. Karena nikmat Allah tidak ada penghujungnya. Kalian tidak akan mampu menghitung-hitungnya.

Jangan kita menjadi seseorang yang hanya ingat dengan musibah namun lupa dengan nikmat-nikmat Allah. 

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” [Quran Al-Adiyat: 6]

Kata Hasan al-Bashri tatkala menafsirkan ayat ini, 

يَذْكُرُ المَصَائِبَ وَيَنْسَى النِعَمَ

“Manusia banyak mengingat-ingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat.”

Kedua: selalu melihat ke bawah dalam urusan dunia. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ)).

“Lihatlah siapa yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian. Sebab yang demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat Allah atas kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Betapapun kondisi kita, pasti ada yang lebih para dari kita. seandainya seseorang hanya bisa melihat dengan satu mata, ketahuilah ada orang yang buta. Seandainya ada seseorang yang masih ngontrak rumah, maka ada orang yang tidak jelas tinggal dimana. Bahkan ada orang tinggal di pengungsian. Kalau kita hanya berjalan kaki karena tidak memiliki kendaraan, maka ada orang yang tidak mampu untuk berjalan. Karena tak memiliki kaki. Dan masih banyak lagi ketika kita melihat ke bawah.

Kalau seandainya seseorang yang penghasilannya kecil, masih banyak orang yang penghasilannya lebih kecil bahkan tidak memiliki penghasilan. Dengan senantiasa melihat ke bawah, kita akan memiliki sifat qanaah dan senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketiga: hal lainnya yang membantu kita untuk qanaah adalah meyadari bahwa dunia ini hanyalah sementara. Bukan tempat tinggal selama-lamanya.

Apa yang akan kita kejar di dunia ini? Itu semua akan kita tinggalkan selama-lamanya. Lihatlah sebagian orang, tatkala mereka sudah berhasil mengumpulkan harta yang sangat banyak kemudian dia tinggalkan. Dia letih mengumpulkan harta. Namun perhatikan, kita tidak dilarang mencari harta, tapi yang jadi pembahasan kita adalah kita qanaah. Berapapun kita dapatkan kita merasa puas dengan pembagian Allah. Dialah yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kemaslahatan kita.

Bisa jadi tatkala kita diberikan harta yang banyak kita akan lupa diri, kita akan sombong. Dan itu menyebabkan kita masuk ke dalam neraka. Bisa jadi kita bermaksiat, karena memiliki harta yang banyak. Kita terima apa yang takdirkan dan anugerahkan kepada kita.  

Keempat: menyadari bahwasanya balasan yang sesungguhnya adalah di surga bukan di dunia. 

Balasan yang sesungguhnya diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman adalah nanti di surga di akhirat kelak. Itulah balasan yang sesungguhnya. Bergaullah dengan orang-orang yang qanaah. Jangan bergaul dengan orang-orang yang selalu bercerita tentang dunia. Tentang tas brandit. Jam brandit. Tentang mobil mewah. Pembicaraan selalu tentang dunia. 

Hati kita lemah, tatkala kita selalu berbicara dengan orang yang selalu membahas dunia, hati kita akan terpengaruh. Akhirnya kita tidak pernah bahagia dengan apa yang Allah anugerahkan kepada kita.

Sebagian orang kaya, mungkin kita lihat dia kaya raya, tapi betapa banyak bagian yang Allah ambil dari dirinya. Sebagian orang bisa jadi dia kaya raya, tapi bisa jadi istrinya tidak taat. Istri kita taat pada kita, misalnya. Bisa jadi anak-anaknya tidak berbakti sementara anak-anak kita berbakti. Orang hanya melihat dari sisi dunia. Karena itu, jangan hanya melihat dari sisi apa yang Allah berikan padanya, tapi juga perhatikan apa yang Allah ambil darinya. Bisa jadi yang Allah ambil darinya lebih banyak dari apa yang Allah berikan kepadanya. 

Seseorang tidak perlu melirik sana-sini, tapi jadilah orang yang menerima dengan apa yang Allah berikan kepadanya. 

﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56]، وَقَالَ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا» [رَوَاهُ مُسْلِم].

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .


Ustadz Yachya yusliha 

Jumat, 29 Juli 2022

wa Zurel

Wa Zurel 

Dodi Permadi

Dodi Permadi 

Syam Somad

Syam Somad 

MAKNA HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW KE MEDINAH


Jum'at, 29 Juli 2022 
Hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai Pijakan Kalender Hijriah
Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah menjadi pijakan bagi tersusunnya kalender Islam Hijriah. Foto/Ilustrasi: Ist
Hari ini Sabtu 30 Juli 2022 adalah bertepatan dengan 1 Muharram 1444 Hijriah.
 Maknanya, pada saat itu umat Islam di seluruh dunia merayakan pergantian tahun.
 Dalam Islam, bulan Muharram identik dengan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah beberapa abad lalu.

Menurut Karen Amstrong dalam bukunya berjudul "Muhammad: A Biography of the Prophet" menyebut hijrah Nabi Muhammad bukan sekadar pindah alamat dari Mekkah ke Madinah.
 Hijrah menandai awal era baru Muslim karena pada titik perpindahan inilah Nabi Muhammad bersama umat muslimin mampu menerapkan gagasan-gagasan al-Qur’an secara maksimal.

Dengan hijrah, Islam telah hadir menjadi faktor penting dalam sejarah. Hijrah bahkan menjadi sebuah langkah yang revolusioner.

Baca jugaKisah Hijrah Nabi Ya'kub Saat Menghindari Permusuhan dengan Saudara Kembarnya 

Menurut catatan sejarah, tanggal hijriah pertama kali diperingati pada masa Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab . 
Semua itu bermula ketika Umar bin Khattab merasa perlu dan penting untuk mengabadikan peringatan hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Yatsrib ( Madinah ) yang kebetulan terjadi pada bulan Muharram.

Kala itu, Jumat pagi, 16 Rabiul Awal tahun ke-13 dari kenabian, bertepatan dengan 2 Juli tahun 622 M, Nabi Muhammad didampingi Abu Bakar as-Shiddiq , Ali bin Abi Thalib , dan sejumlah sahabat untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Kota Yatsrib.

Sejak berangkat 4 Rabiul Awal, Nabi Muhammad bersama Abu Bakar menempuh perjalanan yang penuh bersejarah itu dengan penuh penderitaan dan bahkan ancaman kematian.

Nah, baru tujuh belas tahun kemudian, dari peristiwa hijrah ini, Umar bin Khattab menjadikan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad itu sebagai pijakan permulaan kalender hijriah yang pada hari Sabtu 30 Juli 2022 ini bertepatan dengan 1 Muharram 1444 H.

Peredaran Bulan
Dalam buku "Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik", Muhyiddin Khazin menjelaskan, pada suatu waktu terdapat persoalan yang menyangkut sebuah dokumen pengangkatan Abu Musa al-Asy'ari sebagai gubernur di Basrah yang terjadi pada Sya'ban.

Saat Abu Musa al-Asy'ari menjadi gubernur, dia juga menerima surat dari Khalifah Umar bin Khattab tanpa ada nomor bilangan tahunnya.
 Tentunya, sebuah surat yang tanpa ada catatan tahunnya akan bermasalah dan menjadi persoalan serius jika diarsipkan ke dalam administrasi kenegaraan.

Baca jugaAbu Musa Al-Asyari: Diberi Allah Seruling Keluarga Daud 

Saat itu, Abu Musa al Asy'ari menulis surat kepada Umar, "Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu'minin, tetapi kami bingung bagaimana menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya'ban, namun kami tidak tahu ini untuk tahun yang lalu atau tahun ini."

Diceritakan dari Ibnu Abbas bahwa semenjak Nabi datang ke Madinah, memang tidak ada tahun yang digunakan dalam penanggalan. 
Demikian juga saat Abu Bakar menggantikan dia sebagai khalifah dan juga di awal pemerintahan Umar bin Khattab.

Akhirnya, Umar mengumpulkan para sahabat dan mereka yang bertugas di pusat pemerintahan. Dalam pertemuan tersebut Umar berkata, "Perbendaharaan negara semakin banyak. 
Apa yang kita bagi dan sebarkan selama ini tidak memiliki catatan tanggal yang pasti. Bagaimana kita bisa mengatasi ini?"

Masalah selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender Islam ini. Apakah akan memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al-Qur'an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?

Ternyata pilihan majelis Khalifah 'Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah. Karena itulah, kalender Islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender hijriah. Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau bertepatan dengan 16 Juli 622 M. 
Peristiwa hijrah Nabi SAW sendiri berlangsung pada bulan Rabi'ul Awal 1 H atau September 622 M.

Pemilihan peristiwa Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan Islam memiliki makna yang amat dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender Islam tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang berkomentar:

"Ia (kalender islam) dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. 
Kalender Islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan kebesaran Islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama."

Baca jugaTeperdaya Amr bin Al-Ash, Abu Musa Berhentikan Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah 

Berdasarkan catatan sejarah, sebelum datangnya Islam, bangsa Arab sebenarnya telah menggunakan kalender tersendiri dan sudah mengenal nama-nama bulan dan hari. Tapi, mereka belum menetapkan tahun. 
Kalaupun harus menggunakan tahun, itu hanya berkaitan dengan peristiwa yang terjadi, seperti Tahun Gajah yang dinisbatkan pada masa penyerbuan Abrahah ketika akan menghancurkan Kakbah.

Karena kesulitan dalam menetapkan tahun tersebut dan seiring dengan makin banyaknya persoalan yang ada terkait dengan sistem kalender yang baku, Khalifah Umar berinisiatif menetapkan awal hijrah sebagai permulaan tahun, setelah melakukan musyawarah dengan sejumlah sahabat.

Tak seperti penanggalan Masehi yang berpatokan pada matahari, sistem penanggalan Hijriah ditentukan berdasarkan peredaran bulan. 
Sehingga kalender ini disebut juga sebagai kalender Kamariah (bulan).

Tuntunan Jelas
Sistem penanggalan ini sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al-Qur'an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktik interkalasi (Nasi').

Praktik Nasi' memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. 
Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.

Baca jugaPengunduran Bulan Haram Menambah Kekafiran, Begini Penjelasannya 

Praktik Nasi' ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar.

Praktik ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan haram. 
Pada tahun ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktik Nasi' ini:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." [ QS At Taubah (9) : 36]

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ ۚ

"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran.
 Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah... " [ QS At Taubah (9) : 37]

Dalam satu tahun ada 12 bulan yakni: Muharram, Shafar, Rabi'ul Awal, Rabi'ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa'idah, dan Dzulhijjah.

Dalam bulan itu ada 4 bulan di mana peperangan atau pertumpahan darah dilarang, yaitu : Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan-bulan itu disebut bulan haram.

Baca jugaDoa Puasa Muharram Lengkap dengan Latinnya
(Ustadz Yachya Yusliha)

Kamis, 28 Juli 2022

7 Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram yang Diabadikan dalam Al-Qur'an


Ustadz Yachya yusliha 
7 Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram yang Diabadikan dalam Al-Quran


Allah SWT berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. 
Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa. ( QS At-Taubah [9] : 36)

Kitab Nuzhatul Majalis wa Muntakhobun Nafaiskarya Abdurrahman bin Abdissalam as-Shafuri menyebut banyak peristiwa agung para nabi yang dikisahkan Al-Qur'an berkaitan dengan bulan ini.


Pertama, adalah taubatnya Nabi Adam . Bermula dari memakan biji-bijian surga yang terlarang, ia dan Hawa kemudian diturunkan ke bumi secara terpisah. 
Dalam kondisi tersebut, Nabi Adam tak henti-hentinya memohon ampun atas apa yang telah diperbuatnya.
Hingga pada suatu hari bertepatan dengan bulan Muharram, Allah SWT menerima taubatnya.

Maka, Adam mendapatkan beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu dia kembali pada-Nya. Sungguh Allah maha menerima taubat lagi Maha Penyayang.” ( QS Al-Baqarah : 37)

Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsirnya menyatakan sepakat bahwa yang dimaksud adalah kalimat doa dalam surat al-A’raf ayat 23 yang berbunyi rabbanaa dzalamnaa anfusanaa wa in lam taghfir lanaa lanakuunanna minal khasiriin (“wahai Tuhan, kami telah menzalimi diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami, maka sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi”).

Kedua, berlabuhnya bahtera Nuh. 
Allah SWT berfirman dalam surat Hud [11] : 44 dengan terjemahan ayat seperti berikut “Dan dikatakan: “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit, (hujan) berhentilah” dan airpun disurutkan, perintah itu diselesaikan dan bahtera tersebut berlabuh di atas bukit Judiy dan dikatakan, “Binasalah orang-orang yang zalim.”

Setelah terombang-ambing di tengah-tengah banjir bandang selama enam bulan lamanya, Allah menyelamatkan Nabi Nuh dan kaumnya yang berjumlah 80 orang dan berlabuh di sebuah gunung yang oleh Al-Qur'an disebut Gunung Judiy. 

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang lokasi gunung tersebut, Allah memenuhi janji-Nya untuk menyelamatkan orang-orang beriman dan tidak mendustakan-Nya. 
Ini bertepatan dengan bulan Muharram tepatnya di hari ‘asyura, sehingga mereka semua berpuasa sebagai bentuk syukur atas keselamatan yang diberikan.


KetigaIbrahim terselamatkan dari siksa Namrudz. 
Menurut as-Shawi, Nabi yang bergelar al-Khalil dan dikenal sebagai Bapak monoteisme ini mendapat siksaan berupa dilempar ke dalam kobaran api saat saat usianya menginjak 16 tahun. 
Kecerdasannya dalam mendebat sang raja dalam masalah ketuhanan, membuatnya harus mengalami peristiwa kejam ini.
 Namun, raja yang sesungguhnya yakni Allah SWT tidak membiarkan hal itu terjadi. 
Allah berfirman, “Hai api, jadilah dingin dan jadilah keselamatan bagi Ibrahim.” ( QS Al-Anbiya’ [21] : 69)

Keempat, bebasnya Nabi Yusuf dari penjara. 
Kisah tentang perjalanan hidup Nabi Yusuf ini diceritakan secara panjang lebar dalam surat Yusuf. 
Ia yang menjalani hidup bertahun-tahun di dalam penjara karena tuduhan hina, oleh Allah akhirnya dibebaskan dan diangkat pada kedudukan yang tinggi sebagaimana yang tertuang dalam surat Yusuf, “Dan raja berkata, “bawalah Yusuf padaku sebagai orang yang rapat kepadaku.” Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, ia berkata, “sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai di sisi kami.” ( QS Yusuf [12] : 54)

KelimaNabi Yunus berhasil keluar dari perut ikan. 
Allah berfirman, “Maka kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkan dari pada kedukaan. 
Dan demikianlah kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS Al-Anbiya’ [21]: 88)

Saat berada dalam kegelapam malam, lautan, dan perut ikan, Nabi Yunus berdoa seraya menyesali perbuatannya yakni pergi dari kaumnya tanpa izin dalam keadaan marah. 
Lalu Allah menunjukkan kekuasaannya dengan memasukkannya ke perut ikan.


Keenam, sembuhnya Nabi Ayyub dari penyakit. 
Allah memberi cobaan Nabi Ayyub berupa penyakit yang menyebabkan orang-orang disekitarnya pergi meninggalkannya, termasuk keluarganya sendiri. 
Ia berkeluh kesah kepada Allah atas apa yang menimpanya, lalu Allah mengabulkan doanya dan mengembalikan apa yang telah pergi sebelumnya. 
Kisah ini juga tertuang dalam surat al-Anbiya’ yang berbunyi: “Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami melenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan kami lipat gandakan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”

Ketujuh, keberhasilan Musa dan kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. 

Allah memberi Nabi Musa mukjizat berupa tongkat yang dapat membelah lautan agar ia dan kaumnya Bani Israil bisa keluar dari kedzaliman Firaun. 
Dengan membawa rombongan yang banyak hingga berjumlah ratusan ribu seperti keterangan dalam Hasyiyah as-Shawi, Nabi Musa sempat merasa pesimistis mereka bisa bebas dari kejaran Firaun. 

Namun, Allah meyakinkannya lalu menyelamatkan ia dan kaumnya. Firman Allah: “Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang menyertainya semuanya.” ( QS As-Syu’ara’ [26] : 65)


Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ.
أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ  
Ustadz Yachya Yusliha